Jumat, 17 Mei 2013

PERKEMBANGAN MASA REMAJA



MASA YANG PALING INDAH & PENUH PERMASALAHAN

Banyak yang bilang masa dimana manusia menjalani kehidupan sepanjang hayat, yang paling dirasa indah adalah masa remaja. Memang benar masa yang paling berkesan lagi menyenangkan itu adalah masa remaja. Karena pada saat remaja, kita banyak mengalami suatu awal masa, dimana kita ingin mencari sesuatu yang disebut dengan ‘jatidiri’. Kita banyak mendapat sesuatu hal yang belum pernah kita dapatkan sebelumnya, mulai dari memiliki sahabat dekat, teman ‘curhat’ dan banyak lagi kisah-kisah kehidupan remaja yang penuh warna. Semua hal yang kita rasakan di usia muda itu akan tumbuh secara alamiah, dan didasari juga oleh rasa penasaran dan ingin tahu yang besar. Pada saat kita mengenal rasa cinta terhadap lawan jenis misalnya, itu adalah sesuatu hal yang normal yang pasti akan dialami oleh setiap remaja.
Masa remaja memang masa membahagiakan, saat yang paling indah namun juga penuh dengan permasalahan atau problematika. Statement ini sudah dikemukakan jauh pada masa lampau, berkisar  pada abad ke-20 oleh Bapak Psikologi Remaja yaitu Stanley Hall. Stanley Hall pada saat itu berpendapat bahwa, masa remaja merupakan 'masa badai dan tekanan' (storm and stress).
Mengapa bisa dikatakan masa remaja merupakan 'masa badai dan tekanan'? Karena setiap periode masa remaja mempunyai masalah sendiri-sendiri. Dan masalah masa remaja itu sering menjadi masalah yang sulit untuk diatasi, baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Banyak sekali problematika yang sulit kita hadapi pada saat usia remaja, contohnya adalah masalah percintaan, masalah berkenaan dengan rasa ingin tahu dalam segala hal, masalah-masalah internal yang sulit untuk diutarakan kepada orang lain, karena kebanyakan dari mereka merasa sudah mandiri dan sanggup menyelesaikan masalahnya sendiri, walaupun faktanya tidak seperti yang ia bayangkan. Mereka berkeras ingin mengatasi masalahnya sendiri, menolak bantuan orangtua, teman dan guru-guru. Karena ketidakmampuan mengatasi masalah menurut cara yang mereka yakini, banyak remaja akhirnya menemukan bahwa penyelesaiannya tidak selalu sesuai dengan harapan mereka.
A.    Definisi Remaja.
Menurut psikologi, remaja adalah suatu periode transisi dari masa awal anak-anak hingga masa awal dewasa, yang dimasuki pada usia kira-kira 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18 tahun hingga 22 tahun. Masa remaja bermula pada perubahan fisik yang cepat, pertambahan berat dan tinggi badan yang dramatis, perubahan bentuk tubuh, dan perkembangan karakteristik seksual seperti pembesaran buah dada, perkembangan pinggang dan kumis, dan dalamnya suara. Pada perkembangan ini, pencapaian kemandirian dan identitas sangat menonjol (pemikiran semakin logis, abstrak, dan idealistis) dan semakin banyak menghabiskan waktu di luar keluarga.
 Remaja dalam ilmu psikologis juga diperkenalkan dengan istilah lain, seperti puberteit, adolescence, dan youth. Dalam bahasa Indonesia sering pula dikaitkan pubertas atau remaja. Remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, berlangsung antara usia 12 sampai 21 tahun. Masa remaja terdiri dari masa remaja awal usia 12-15 tahun, masa remaja pertengahan usia 15-18 tahun, dan masa remaja akhir usia 18-21 tahun (Monks, et al. 2002). Masa remaja disebut juga sebagai periode perubahan, tingkat perubahan dalam sikap, dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan perubahan fisik (Hurlock, 2004).
Dilihat dari bahasa inggris "teenager", remaja artinya yakni manusia berusia belasan tahun. Dimana usia tersebut merupakan perkembangan untuk menjadi dewasa. Oleh sebab itu orang tua dan pendidik sebagai bagian masyarakat yang lebih berpengalaman memiliki peranan penting dalam membantu perkembangan remaja menuju kedewasaan.
Remaja juga berasal dari kata latin "adolensence" yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock, 1992). Remaja memiliki tempat di antara anak-anak dan orang tua karena sudah tidak termasuk golongan anak tetapi belum juga berada dalam golongan dewasa atau tua.
Seperti yang dikemukakan oleh Calon (dalam Monks, dkk 1994) bahwa masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak-anak.
Menurut Sri Rumini & Siti Sundari (2004: 53) masa remaja adalah peralihan dari masa anak-anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/fungsi untuk memasuki masa dewasa. Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria.
Sedangkan menurut Zakiah Darajat (1990: 23) remaja adalah Masa peralihan di antara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk badan ataupun cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang.
Hal senada diungkapkan oleh Santrock (2003: 26) bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun.
Lebih jelas lagi pada tahun 1974, WHO memberikan definisi tentang remaja secara lebih konseptual, sebagai berikut (Sarwono, 2001):
“Remaja adalah suatu masa dimana: Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa”.
Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu
1.      12-15 tahun, masa remaja awal.
2.      15-18 tahun, masa remaja pertengahan.
3.      18-21 tahun, masa remaja akhir.
Tetapi Monks, Knoers, dan Haditono membedakan masa remaja menjadi empat bagian, yaitu masa pra-remaja 10-12 tahun, masa remaja awal 12-15 tahun, masa remaja pertengahan 15-18 tahun, dan masa remaja akhir 18-21 tahun (Deswita, 2006:192) Definisi yang dipaparkan oleh Sri Rumini & Siti Sundari, Zakiah Darajat, dan Santrock tersebut menggambarkan bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak kepada masa dewasa dengan rentang usia antara 12-22 tahun, dimana pada masa tersebut terjadi proses pematangan baik itu pematangan fisik, maupun psikologis.
Dari pengertian-pengertian tersebut, jelas sudah bahwa masa remaja memang sebuah masa yang kompleks yang terjadi di usia muda. Disisi lain masa ini memang indah dan membahagiakan. Namun, masa ini pun cukup sulit di lewati karena banyaknya problematika, baik itu bersifat internal maupun eksternal. Ketidaksiapan seorang remaja terhadap perubahan fisik dan lingkungan menjadi sebuah beban mental tersendiri. Dan adanya hal-hal baru yang terjadi dalam kehidupan remaja menjadi sebuah tonggak awal serta bekal bagi kehidupannya di masa yang akan datang, yaitu masa dewasa. Penanganan-penanganan masalah yang akan menjadi sebuah pengalaman menarik baginya di harapkan lahir dari pemikiran yang cerdas. Input-input serta stimulus dari luar haruslah di filter sedemikian rupa. Remaja boleh memiliki rasa ingin tau dan mencoba hal-hal baru, hanya dalam hal-hal positif yang tidak merugikan. Remaja haruslah kreatif, inovatif dan cerdas dalam bertindak. Dan tentunya orang tua dan guru diharapkan lebih ikut berperan dalam pengawasan, bimbingan, pengarahan, kontrol serta pemberian input-input positif .
B.     Batasan Usia Remaja.
Kaplan & Sadock dalam bukunya Sinopsis Psikiatri, menyebutkan fase remaja terdiri atas remaja awal (11-14 tahun), remaja pertengahan (14-17 tahun), dan remaja akhir (17-20) tahun.
Sementara F.J. Monks berpendapat bahwa secara global masa remaja berlangsung antara 12-21 tahun, dengan pembagian 12-15 tahun: masa remaja awal, 15-18 tahun: masa remaja pertengahan, 18-21 tahun masa remaja akhir (Monsk, 2002). Dari beberapa pendapat diatas dapat dibuat suatu batasan usia remaja adalah dimulai dari umur 10-21 tahun.
Secara sosiologik ditandai dengan intensifnya persiapan dalam menyongsong peranannya kelak sebagai seorang dewasa muda.
Mengenai umur masa remaja, ahli-ahli ilmu jiwa tidak mempunyai kata sepakat tentang batasan umur yang jelas dan dapat disetujui bersama sebab dalam kenyataannya konsep remaja ini baru mulai muncul pada abad ke-20. Menurut Powel, masa remaja digolongkan: “Pre adolescence, from ten to twelve years; early adolescence from thirteen to sixteen, and late adolescence, from seventeen to twenty one years” (Mulyono, 1995). Leulla Cole menyebutkan masa adolescence dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu: “early adolescence 13 to 15 years, middle adolescence 16 to 18 years, late adolescence 19 to 21” (Mulyono, 1995).
Ø  Batasan Remaja menurut WHO.
WHO menetapkan batas usia 10-20 tahun sebagai batasan usia remaja (Sarwono, 1995). Pada tahun 1974, WHO memberikan definisin tentang remaja yang bersifat konseptual.
Dalam definisi tersebut dikemukakan 3 kriteria yaitu:
Biologik, Psikologik dan Sosial Ekonomi, sehingga secara lengkap definisi tersebut berbunyi sebagai berikut:
·         Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.
·         Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identitas dari kanak-kanak menjadi dewasa.
·         Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan relatif lebih mandiri (Muangman dalam sarlito, 2002).
·         Pada tahun-tahun berikutnya, definisi ini makin berkembang ke arah yang lebih konkrit dan operasional. WHO mendefinisikan remaja secara konkrit operasional berdasarkan umur.
Di Indonesia, batasan remaja yang mendekati batasan PBB tentang pemuda adalah kurun usia 11-24 yang dikemukakan dalam sensus penduduk 1980. Definisi tersebut tentunya berdasarkan atas tujuan operasional. Penggolongan ini semata-mata berdasarkan usia saja tidak memperlihatkan aspek sosial-psikologik orang-orang pada kurun usia tersebut.
C.    Ciri-Ciri Masa Remaja.
Ciri-ciri masa remaja memiliki karakteristik yang khusus, dimana masa remaja adalah masa peralihan. Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak sudah tidak merasa lagi dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada pada tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak.
Integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek efektif, transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini memungkinkan untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataanya merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini.
Menurut Makmun (2003) karakteristik perilaku dan pribadi pada masa remaja terbagi ke dalam dua kelompok yaitu remaja awal (11-13 dan14-15 tahun) dan remaja akhir (14-16 dan 18-20 tahun) meliputi aspek:
a.       Fisik, laju perkembangan secara umum berlangsung pesat, proporsi ukuran tinggi, berat badan seringkali kurang seimbang dan munculnya ciri-ciri sekunder.
b.      Psikomotor, gerak-gerik tampak canggung dan kurang terkoordinasikan serta aktif dalam berbagai jenis cabang permainan.
c.       Bahasa, berkembangnya penggunaan bahasa sandi dan mulai tertarik mempelajari bahasa asing, menggemari literatur yang bernafaskan dan mengandung segi erotik, fantastik, dan estetik.
d.      Sosial, keinginan menyendiri dan bergaul dengan banyak teman tetapi bersifat temporer, serta adanya kebergantungan yang kuat kepada kelompok sebaya disertai semangat konformitas yang tinggi.
e.       Perilaku kognitif, yang terbagi menjadi:
1)      Proses berfikir sudah mampu mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal (asosiasi, diferensiasi, komparasi, kausalitas) yang bersifat abstrak, meskipun relatif terbatas.
2)      Kecakapan dasar intelektual menjalani laju perkembangan yang terpesat.
3)      Kecakapan dasar khusus (bakat) mulai menujukkan kecenderungan-kecenderungan yang lebih jelas.
f.       Moralitas, yang ditandai dengan:
1)      Adanya ambivalensi antara keinginan bebas dari dominasi pengaruh orang tua dengan kebutuhan dan bantuan dari orang tua.
2)      Sikapnya dan cara berfikirnya yang kritis mulai menguji kaidahkaidah atau sistem nilai etis dengan kenyataannya dalam perilaku sehari-hari oleh para pendukungnya.
3)      Mengidentifikasi dengan tokoh moralitas yang dipandang tepat dengan tipe idolanya.
g.      Perilaku Keagamaan, yaitu mengenai:
1)      Mengenai eksistensi dan sifat kemurahan dan keadilan tuhan mulai dipertanyakan secara kritis dan skeptis.
2)      Masih mencari dan mencoba menemukan pegangan hidup.
3)      Penghayatan kehidupan keagamaan sehari-hari dilakukan atas pertimbangan adanya semacam tuntutan yang memaksa dari luar dirinya.
h.      Kognitif, emosi, afektif, dan kepribadian, yaitu:
1)      Lima kebutuhan dasar (fisiologis, rasa aman, kasih sayang, harga diri, dan aktualisasi diri) menunjukkan arah kecenderungannya.
2)      Reaksi-reaksi dan ekspresi emosionalnya masih labil dan belum terkendali seperti pernyataan marah, gembira atau kesedihannya masih dapat berubah-ubah dan silih berganti.
3)      Merupakan masa kritis dalam rangka menghadapi krisis identitasnya yang sangat dipengaruhi oleh kondisi psikososialnya, yang akan membentuk kepribadiannnya.
4)      Kecenderungan-kecenderungan arah sikap nilai mulai tampak (teoritis, ekonomis, estetis, sosial, politis, dan religius), meski masih dalam taraf eksplorasi dan mencoba-coba.
Sedangkan Hurlock, membagi ciri-ciri masa remaja menjadi lebih spesifik dan khusus, seperti dibawah ini:
3.1  Masa remaja sebagai periode yang penting.
Meskipun semua periode adalah penting, tetapi kadar kepentingan usia remaja cukup tinggi mengingat dalam periode ini begitu besar pengaruh fisik dan psikis membentuk kepribadian manusia.
Periode ini membentuk pengaruh paling besar terhadap fisik dan psikis manusia sepanjang hayatnya kelak. Bagi sebagian besar anak muda, usia diantara dua belas dan enam belas tahun merupakan tahun kehidupan yang penuh dengan kejadian sepanjang menyangkut pertumbuhan dan perkembangan.
Tak dapat disangkal, selama kehidupan ini perkembangan berlangsung semakin cepat, dan lingkungan yang baik semakin lebih menentukan, tetapi yang bersangkutan sendiri bukanlah remaja yang memperhatikan perkembangan atau kurangnya perkembangan dengan kagum, senang atau takut. Periode ini pun dianggap sebagai masa penting karena memiliki dampak langsung dan dampak jangka panjang dari apa yang terjadi pada masa ini. Selain itu, periode ini pun memiliki dampak penting terhadap perkembangan fisik dan psikologis individu, dimana terjadi perkembangan fisik dan psikologis yang cepat dan penting. Kondisi inilah yang menuntut individu untuk bisa menyesuaikan sendiri secara mental dan melihat pentingnya menetapkan suatu sikap, nilai-nilai dan minta yang baru.
      3.2 Masa remaja sebagai periode peralihan.
Peralihan bukan berarti terputusnya suatu rangkaian sebelumnya dengan rangkaian berikutnya. Peralihan lebih menuju pada arti sebuah jembatan pergantian atau tahapan antara dua titik. Titik ini juga bisa disebut titik rawan periode manusia, di mana dalam titik ini terbuka peluang untuk selamat atau tidaknya pola pikir dan pola sikap manusia sebagai pelaku peralihan itu sendiri. Peralihan ini dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Tidak dikatakan masa kanak-kanak yang penuh masa bermain-main, tetapi juga tidak masa dewasa, yang penuh kematangan dalam pemikiran dan tingkah laku.
Sebuah peralihan dari satu tahap perkembangan ke tahap berikutnya, apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekas pada apa yang terjadi sekarang dan yang akan datang.
Periode ini menuntut seorang anak untuk meninggalkan sifat-sifat kekanak-kanakannya dan harus mempelajari pola-pola perilaku dan sikap-sikap baru untuk menggantikan dan meninggalkan pola-pola perilaku sebelumnya. Selama peralihan dalam periode ini, seringkali seseorang merasa bingung dan tidak jelas menangani peran yang dituntut oleh lingkungan. Misalnya, pada saat individu menampilkan perilaku anak-anak maka mereka akan diminta untuk berperilaku sesuai dengan usianya. Namun pada kebalikannya jika individu mencoba untuk berperilaku seperti orang dewasa sering dikatakan bahwa mereka berperilaku terlalu dewasa untuk usianya.
      3.3 Masa remaja sebagai periode perubahan.
Dalam Psikologi Remaja (1982:42), Andi Mappiare menjelaskan pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua jenis perubahan yang saling berkaitan. Pertumbuhan lebih menonjolkan perubahan fisik, sedangkan perkembangan cenderung ke persoalan psikis atau kejiwaan remaja.
Arti perubahan menurut Boring, Langfeld, dan Weld, lebih dekat kepada makna “kematangan”, di mana perubahan tersebut mencapai kematangan jika secara fisik dan psikis sudah mendapati tahapan tertentu dalam fase perkembangan manusia. Dengan demikian menurut Boring, bahwa pertumbuhan dan perkembangan dapat  mengacu pada perubahan sebagai akibat adanya pengaruh yang mengenai kehidupan organisme.
Ada lima perubahan yang hampir sama dan bersifat universal, yaitu:
a)      Meningginya emosi, yang intensitasnya tergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi.
b)      Perubahan tubuh, bagi remaja masalah baru yang timbul tampaknya lebih banyak dan lebih sulit diselesaikan dibandingkan dengan masalah yang dihadapi sebelumnya.
c)      Perubahan minat dan peran dalam pergaulan sosial.
d)     Perubahan perilaku dan pola nilai-nilai yang dianutnya.
e)      Perubahan yang ambivalen, di mana masa remaja biasanya menginginkan perubahan, tetapi secara mental belum ada kesadaran tanggungjawab atas keinginannya sendiri.
  3.4 Masa remaja sebagai usia bermasalah.
Pada periode ini membawa masalah yang sulit untuk ditangani baik bagi anak laki-laki maupun perempuan. Hal ini disebabkan oleh dua alasan yaitu : pertama, pada saat anak-anak paling tidak sebagian masalah diselesaikan oleh orang tua atau guru, sedangkan sekarang individu dituntut untuk bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. Kedua, karena mereka dituntut untuk mandiri maka seringkali menolak untuk dibantu oleh orang tua atau guru. Oleh karena, dalam penyelesaian masalahnya remaja kurang siap serta kurang memiliki pengalaman, maka kadangkala tidak mencapai keberhasilan yang memuaskan sehingga kegagalan tersebut bisa berakibat kekecewaan.
Gunarsa (1989) merangkum beberapa karakteristik remaja yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan pada diri remaja, yaitu:
1.      Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan.
2.      Ketidakstabilan emosi.
3.      Adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup.
4.      Adanya sikap menentang dan menantang orang tua.
5.      Pertentangan di dalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab pertentangan-pertentang dengan orang tua.
6.      Kegelisahan karena banyak hal diinginkan tetapi remaja tidak sanggup memenuhi semuanya.
7.      Senang bereksperimentasi.
8.      Senang bereksplorasi.
9.      Mempunyai banyak fantasi, khayalan, dan bualan.
10.  Kecenderungan membentuk kelompok dan kecenderungan kegiatan berkelompok.
Masa remaja ditandai dengan adanya berbagai perubahan, baik secara fisik maupun psikis, yang mungkin saja dapat menimbulkan problema atau masalah tertentu bagi si remaja.
Apabila tidak disertai dengan upaya pemahaman diri dan pengarahan diri secara tepat, bahkan dapat menjurus pada berbagai tindakan kenakalan remaja dan kriminal.
Permasalahan yang mungkin timbul pada masa remaja diantaranya :
1.      Permasalahan berkaitan dengan perkembangan fisik dan motorik.
Pada masa remaja ditandai dengan adanya pertumbuhan fisik yang cepat. Keadaan fisik pada masa remaja dipandang sebagai suatu hal yang penting, namun ketika keadaan fisik tidak sesuai dengan harapannya (ketidaksesuaian antara body image dengan self picture) dapat menimbulkan rasa tidak puas dan kurang percaya diri.
Begitu juga, perkembangan fisik yang tidak proporsional. Kematangan organ reproduksi pada masa remaja membutuhkan upaya pemuasan dan jika tidak terbimbing oleh norma-norma dapat menjurus pada penyimpangan perilaku seksual.
2.      Permasalahan berkaitan dengan perkembangan kognitif dan bahasa.
Pada masa remaja awal ditandai dengan perkembangan kemampuan intelektual yang pesat. Namun ketika, si remaja tidak mendapatkan kesempatan pengembangan kemampuan intelektual, terutama melalui pendidikan di sekolah, maka boleh jadi potensi intelektualnya tidak akan berkembang optimal.
Begitu juga masa remaja, terutama remaja awal merupakan masa terbaik untuk mengenal dan mendalami bahasa asing. Namun dikarenakan keterbatasan kesempatan dan sarana dan pra sarana, menyebabkan si remaja kesulitan untuk menguasai bahasa asing.
Tidak bisa dipungkiri, dalam era globalisasi sekarang ini, penguasaan bahasa asing merupakan hal yang penting untuk menunjang kesuksesan hidup dan karier seseorang. Namun dengan adanya hambatan dalam pengembangan ketidakmampuan berbahasa asing tentunya akan sedikit-banyak berpengaruh terhadap kesuksesan hidup dan kariernya. Terhambatnya perkembangan kognitif dan bahasa dapat berakibat pula pada aspek emosional, sosial, dan aspek-aspek perilaku dan kepribadian lainnya.
3.      Permasalahan berkaitan dengan perkembangan perilaku sosial, moralitas dan keagamaan.
Masa remaja disebut pula sebagai masa social hunger (kehausan sosial). Yang ditandai dengan adanya keinginan untuk bergaul dan diterima di lingkungan kelompok sebayanya (peer group).
Penolakan dari peer group dapat menimbulkan frustrasi dan menjadikan dia sebagai isolated dan merasa rendah diri. Namun sebaliknya apabila remaja dapat diterima oleh rekan sebayanya dan bahkan menjadi idola tentunya ia akan merasa bangga dan memiliki kehormatan dalam dirinya. Problema perilaku sosial remaja tidak hanya terjadi dengan kelompok sebayanya, namun juga dapat terjadi dengan orang tua dan dewasa lainnya, termasuk dengan guru di sekolah.
Hal ini disebabkan pada masa remaja, khususnya remaja awal akan ditandai adanya keinginan yang ambivalen, di satu sisi adanya keinginan untuk melepaskan ketergantungan dan dapat menentukan pilihannya sendiri, namun di sisi lain dia masih membutuhkan orang tua, terutama secara ekonomis.
Sejalan dengan pertumbuhan organ reproduksi, hubungan sosial yang dikembangkan pada masa remaja ditandai pula dengan adanya keinginan untuk menjalin hubungan khususdengan lain jenis dan jika tidak terbimbing dapat menjurus tindakan penyimpangan perilaku sosial dan perilaku seksual. Pada masa remaja juga ditandai dengan adanya keinginan untuk mencoba-coba dan menguji kemapanan norma yang ada, jika tidak terbimbing, mungkin saja akan berkembang menjadi konflik nilai dalam dirinya maupun dengan lingkungannya.
4.      Permasalahan berkaitan dengan perkembangan kepribadian, dan emosional.
Masa remaja disebut juga masa untuk menemukan identitas diri (self identity). Usaha pencarian identitas pun, banyak dilakukan dengan menunjukkan perilaku coba-coba, perilaku imitasi atau identifikasi.
Ketika remaja gagal menemukan identitas dirinya, dia akan mengalami krisis identitas atau identity confusion. Sehingga mungkin saja akan terbentuk sistem kepribadian yang bukan menggambarkan keadaan diri yang sebenarnya.Reaksi-reaksi dan ekspresi emosional yang masih labil dan belum terkendali pada masa remaja dapat berdampak pada kehidupan pribadi maupun sosialnya.
Dia menjadi sering merasa tertekan dan bermuram durja atau justru dia menjadi orang yang berperilaku agresif. Pertengkaran dan perkelahian seringkali terjadi akibat dari ketidakstabilan emosinya. Selain yang telah dipaparkan di atas, tentunya masih banyak problema keremajaan lainnya. Timbulnya problema remaja dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Agar remaja dapat terhindar dari berbagai kesulitan dan problema kiranya diperlukan kearifan dari semua pihak.
3.Masa remaja sebagai masa mencari identitas.
Salah satu cara untuk menampilkan identitas diri agar diakui oleh teman sebayanya atau lingkungan pergaulannya, biasanya menggunakan simbol status dalam bentuk kemewahan atau kebanggan lainnya yang bisa mendapatkan dirinya diperhatikan atau tampil berbeda dan individualis di depan umum.
Pada periode ini, konformitas terhadap kelompok sebaya memiliki peran penting bagi remaja. Mereka mencoba mencari identitas diri dengan berpakaian, berbicara dan berperilaku sebisa mungkin sama dengan kelompoknya.
Salah satu cara remaja untuk meyakinkan dirinya yaitu dengan menggunakan simbol status, seperti mobil, pakaian dan benda-benda lainnya yang dapat dilihat oleh orang lain.
Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan.
Sebagaimana disampaikan oleh Majeres yang dikutip oleh Hurlock dalam Psikologi Perkembangan (2009:208), disebutkan bahwa “banyak anggapan popular tentang remaja yang mempunyai arti yang bernilai, dan sayangnya, banyak yang bersifat negatif”.
Ini gambaran bahwa usia remaja merupakan usia yang membawa kekhawatiran dan ketakutan para orang tua. Stereotip ini  memberikan dampak pada pendalaman pribadi dan sikap remaja terhadap dirinya sendiri. Masa remaja ini seringkali ditakuti oleh individu itu sendiri dan lingkungan.
Gambaran-gambaran negatif yang ada dibenak masyarakat mengenai perilaku remaja mempengaruhi cara mereka berinteraksi dengan remaja. Hal ini membuat para remaja itu sendiri merasa takut untuk menjalankan perannya dan enggan meminta bantuan orang tua atau pun guru untuk memecahkan masalahnya.
3.Masa remaja sebagai masa yang tidak realistis.
Berbagai harapan dan imajinasi yang tidak masuk di akal seringkali menghiasi pemikiran dan cita-cita kaum remaja.
Ambisi melintasi logika tersebut tidak dapat dikendalikan dan selalu ada dalam pengalaman hidup perkembangan psikologi remaja. Ia melihat dirinya dan orang lain sebagaimana yang dicita-citakan dan diinginkan, bukan sebagaimana adanya di alam nyata.
Remaja memiliki kecenderungan untuk melihat hidup secara kurang realistis, mereka memandang dirinya dan orang lain sebagaimana yang mereka inginkan dan bukannya sebagai dia sendiri. Hal ini terutama terlihat pada aspirasinya, aspirasi yang tidak realitis ini tidak sekedar untuk dirinya sendiri namun bagi keluarga, teman serta lingkungan. Semakin tidak realistis aspirasi mereka maka akan semakin marah dan kecewa apabila aspirasi tersebut tidak dapat mereka capai.
3.Masa remaja sebagai ambang masa dewasa.
Kebiasaanya di masa kanak-kanak, ternyata masih juga kadang terbawa di usia remaja ini, dan teramat sukar untuk menghapusnya. Sementara usianya yang menjelang dewasa menuntut untuk meninggalkan kebiasaan yang melekat di usia kanak-kanak tersebut.
Menyikapi kondisi ini, kadangkala untuk menunjukkan bahwa dirinya sudah dewasa dan sudah siap menjadi dewasa, mereka bertingkahlaku yang meniru-niru sebagaimana orang dewasa di sekitarnya bertingkahlaku, bisa tingkahlaku positif dan bisa negatif.
Pada saat remaja mendekati masa dimana mereka dianggap dewasa secara hukum, mereka merasa cemas dengan stereotype remaja dan menciptakan impresi bahwa mereka mendekati dewasa. Mereka merasa bahwa berpakaian dan berperilaku seperti orang dewasa sringkali tidak cukup, sehingga mereka mulai untuk memperhatikan perilaku atau simbol yang berhubungan dengan status orang dewasa seperti merokok, minum, menggunakan obat obatan bahkan melakukan hubungan seksual.


D.    Tahap Perkembangan Remaja.
Tahapan perkembangan remaja terbagi menjadi 3 tahapan, yaitu:
1.      Remaja Awal (Early Adolescence).
Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis.
Dengan dipegang bajunya saja oleh lawan jenis, ia sudah berfantasi erotik. Kepekaan yang berlebih-lebihan itu ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap ”ego”. Hal ini menyebabkan para remaja awal sulit mengerti dan dimengerti orang dewasa.
2.      Remaja Madya (Middle Adolescence).
Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau banyak teman menyukainya. Ada kecendrungan ”narcistic”, yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Selain itu, ia berada dalam kondisi kebingungan karena ia tidak tahu harus memilih yang mana: peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, idealis atau materialis, dan sebagainya. Remaja harus membebaskan diri dari Oedipoes Complex (perasaan cinta pada ibu sendiri pada masa kanak-kanak) dengan mempererat hubungan dengan kawan-kawan dari lain jenis.
3.      Remaja Akhir.
Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian lima hal, yaitu:
·      Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsu intelek.
·      Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan dalam pengalaman-pengalaman baru.
·      Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.
·      Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antar kepentingan diri sendiri dengan orang lain.
·      Tumbuh ”dinding” yang memisahkan diri pribadinya dan masyarakat umum.
Ø  Perkembangan Berbagai Aspek pada Masa Remaja.
1)      Perkembangan Fisik.
Fase remaja adalah periode kehidupan manusia yang sangat strategis, penting dan berdampak luas bagi perkembangan berikutnya. Pada remaja awal, pertumbuhan fisiknya sangat pesat tetapi tidak proporsional, misalnya pada hidung, tangan, dan kaki. Pada remaja akhir,proporsi tubuhmencapai ukuran tubuh orang dewasa dalam semua bagiannya (Syamsu Yusuf : 2005).
Berkaitan dengan perkembangan fisik ini, perkembangan terpenting adalah aspek seksualitas ini dapat dipilah menjadi dua bagian, yakni :
·         Ciri-ciri Seks Primer.
Perkembangan psikologi remaja pria mengalami pertumbuhan pesat pada organ testis, pembuluh yang memproduksi sperma dan kelenjar prostat. Kematangan organ-organ seksualitas ini memungkinkan remaja pria, sekitar usia 14 – 15 tahun, mengalami “mimpi basah”, keluar sperma. Pada remaja wanita, terjadi pertumbuhan cepat pada organ rahim dan ovarium yang memproduksi ovum (sel telur) dan hormon untuk kehamilan. Akibatnya terjadilah siklus “menarche” (menstruasi pertama). Siklus awal menstruasi sering diiringi dengan sakit kepala, sakit pinggang, kelelahan, depresi, dan mudah tersinggung. Psikologi remaja.
·         Ciri-ciri Seks Sekunder.
Perkembangan psikologi remaja pada seksualitas sekunder adalah pertumbuhan yang melengkapi kematangan individu sehingga tampak sebagai lelaki atau perempuan. Remaja pria mengalami pertumbuhan bulu-bulu pada kumis, jambang, janggut, tangan, kaki, ketiak, dan kelaminnya. Pada pria telah tumbuh jakun dan suara remaja pria berubah menjadi parau dan rendah. Kulit berubah menjadi kasar. Pada remaja wanita juga mengalami pertumbuhan bulu-bulu secara lebih terbatas, yakni pada ketiak dan kelamin. Pertumbuhan juga terjadi pada kelenjar yang bakal memproduksi air susu di buah dada, serta pertumbuhan pada pinggul sehingga menjadi wanita dewasa secara proporsional.
2)      Perkembangan Seksual Remaja.
Perilaku seksual adalah perilaku yang yang muncul karena dorongan seksual. Bentuk perilaku seksual bermacam-macam mulai dari rasa tertarik pada lawan jenis,
bergandengan tangan, berpelukan, bercumbu, petting sampai berhubungan seks. Perkembangan perilaku seks merupakan konsekuensi logis dari perkembangan ciri-ciri seks primer dan sekunder.
Masalah akan timbul jika para remaja tidak bisa mengendalikan dorongan seksualnya sehingga perilaku yang terjadi tidak sesuai dengan norma. Pencegahan terjadinya masalah dapat dilakukan dengan pendidikan seks, termasuk di dalamnya pendidikan tentang kesehatan reproduksi.
3)      Perkembangan Kognitif.
Berbagai penelitian selama dua puluh tahun terakhir dengan menggunakan berbagai pandangan teori juga menemukan gambaran yang konsisten dengan teori Piaget yang menyimpulkan bahwa remaja merupakan suatu periode dimana seseorang mulai berfikir secara abstrak dan logik. Berbagai penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang konsisten antara kemampuan kognitif anak-anak dan remaja.
Dibandingkan anak-anak, remaja memiliki kemampuan lebih baik dalam berfikir hipotetis dan logis. Remaja juga lebih mampu memikirkan beberapa hal sekaligus bukan hanya satu, dalam satu saat dan konsep-konsep abstrak, remaja juga dapat berfikir tentang proses berfikirnya sendiri, serta dapat memikirkan hal-hal yang tidak nyata, sebagaimana hal-hal yang nyata untuk menyusun hipotesa atau dugaan. Menurut Piaget, pemikiran operasional formal berlangsung antara usia 11 sampai 15 tahun. Pemikiran operasional formal lebih abstrak, idealis, dan logis daripada pemikiran operasional konkret. Piaget menekankan bahwa bahwa remaja terdorong untuk memahami dunianya karena tindakan yang dilakukannya penyesuaian diri biologis.
Secara lebih lebih nyata mereka mengaitkan suatu gagasan dengan gagasan lain. Mereka bukan hanya mengorganisasikan pengamatan dan pengalaman akan tetapi juga menyesuaikan cara berfikir mereka untuk menyertakan gagasan baru karena informasi tambahan membuat pemahaman lebih mendalam.
Secara lebih nyata pemikiran opersional formal bersifat lebih abstrak, idealistis dan logis. Remaja berpikir lebih abstrak dibandingkan dengan anak-anak misalnya dapat menyelesaikan persamaan aljabar abstrak. Remaja juga lebih idealistis dalam berpikir seperti memikirkan karakteristik ideal dari diri sendiri, orang lain dan dunia. Remaja berfikir secara logis yang mulai berpikir seperti ilmuwan, menyusun berbagai rencana untuk memecahkan masalah dan secara sistematis menguji cara pemecahan yang terpikirkan. Dalam perkembangan kognitif, remaja tidak terlepas dari lingkungan sosial. Hal ini menekankan pentingnya interaksi sosial dan budaya dalam perkembangan kognitif remaja.
Pertumbuhan otak mencapai kesempurnaan pada usia 12–20 tahun secara fungsional, perkembangan kognitif (kemampuan berfikir) remaja dapat digambarkan sebagai berikut.
·         Secara intelektual remaja mulai dapat berfikir logis tentang gagasan abstrak.
·         Berfungsinya kegiatan kognitif tingkat tinggi yaitu membuat rencana, strategi, membuat keputusan-keputusan, serta memecahkan masalah.
·         Sudah mampu menggunakan abstraksi-abstraksi, membedakan yang konkrit dengan yang abstrak.
·         Munculnya kemampuan nalar secara ilmiah, belajar menguji hipotesis.
·         Memikirkan masa depan, perencanaan, dan mengeksplorasi alternatif untuk mencapainya psikologi remaja.
·         Mulai menyadari proses berfikir efisien dan belajar berinstropeksi.
·         Wawasan berfikirnya semakin meluas, bisa meliputi agama, keadilan, moralitas, dan identitas (jati diri).
Karakteristik perkembangan intelektual remaja digambarkan oleh Keating (Syamsu Yusuf, 2004 : 195 - 196) sebagai berikut:
·         Kemampuan intelektual remaja telah sampai pada fase operasi formal sebagaimana konsep Piaget. Berlainan dengan cara berpikir anak-anak yang tekanannya kepada kesadaran sendiri di sini dan sekarang (here and now), cara berpikir remaja berkaiatan erat dengan dunia kemungkinan (world of possibilities).
·         Melalui kemampuannya untuk menguji hipotesis, muncul kemampuan nalar secara ilmiah.
·         Mampu memikirkan masa depan dan membuat perencanaan dan mengeksplorasi berbagai kemungkinan untuk mencapainya.
·         Mampu menyadari aktivitas kognitifnya dan mekanisme yang membuat proses kognitif tersebut efisien atau tidak efisien.
·         Cakrawala berpikirnya semakin luas.
4.      Perkembangan Emosi.
Remaja mengalami puncak emosionalitasnya, perkembangan emosi tingkat tinggi. Perkembangan emosi remaja awal menunjukkan sifat sensitif, reaktif yang kuat, emosinya bersifat negatif dan temperamental (mudah tersinggung, marah, sedih, dan murung). Sedangkan remaja akhir sudah mulai mampu mengendalikannya. Remaja yangberkembang di lingkungan yang kurang kondusif, kematangan emosionalnyaterhambat. Sehingga sering mengalami akibat negatif berupa tingkah laku, misalnya :
·         Agresif : melawan, keras kepala, berkelahi, suka menggangu dan lain-lainnya.
·         Lari dari kenyataan (regresif) : suka melamun, pendiam, senang menyendiri, mengkonsumsi obat penenang, minuman keras, atau obat terlarang.
Sedangkan remaja yang tinggal di lingkungan yang kondusif dan harmonis dapat membantu kematangan emosi remaja menjadi :
·         Adekuasi (ketepatan) emosi : cinta, kasih sayang, simpati, altruis (senang menolong), respek (sikap hormat dan menghormati orang lain), ramah, dan lain-lainnya.
·         Mengendalikan emosi : tidak mudah tersinggung, tidak agresif, wajar, optimistik, tidak meledak-ledak, menghadapi kegagalan secara sehat dan bijak.
Dalam literatur klasik psikologi, emosi merupakan reaksi (kejiwaan) yang muncul lantaran adanya stimulan. Emosi yang sangat fruktuatif (mudah berubah) terjadi pada masa remaja.
Remaja sering tidak mampu memutuskan simpul-simpul ikatan emosional kanak-kanaknya dengan orang tua secara logis dan objektif. Dalam usaha itu mereka kadang-kadang harus menentang, berdebat, bertarung pendapat dan mengkritik dengan pedas sikap-sikap orang tua. Meskipun hal ini sulit dilakukan namun dalam upaya pencapaian kemandirian yang optimal terhadap diri remaja maka upaya tersebut harus ditempuh.
Bagi remaja, tuntutan untuk memperoleh kemandirian secara emosional merupakan dorongan internal dalam mencari jati diri, bebas dari perintah-perintah dan kontrol orang tua. Remaja menginginkan kebebasan pribadi untuk dapat mengatur dirinya sendiri tanpa bergantung secara emosional pada orang tuanya. Bila remaja mengalami kekecewaan, kesedihan atau ketakutan, mereka ingin dapat mengatasi sendiri masalah-masalah yang dihadapinya. Meskipun remaja dapat mendiskusikan masalah-masalahnya dengan ayah atau ibunya, tetapi mereka ingin memperoleh kemandirian secara emosional dengan mengatasi sendiri masalah-masalahnya dan ingin memperoleh status yang menyatakan bahwa dirinya sudah dewasa.
Emosi adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik yang berwujud suatu tingkah laku yang tampak. Pola emosi masa remaja sama dengan pola emosi masa kanak-kanak. Jenis yang secara normal dialami adalah : cinta atau kasih sayang, gembira, amarah, takut, sedih dan lainnya lagi.
Perbedaannya terletak pada macam dan derajat rangsangan yang membangkitkan emosinya dan khususnya pola pengendalian yang dilakukan individu terhadap ungkapan emosi mereka.
Biehler (1972) membagi ciri-ciri emosional remaja menjadi dua rentang usia, yaitu usia 12-15 tahun dan usia 15-18 tahun.
Ø  Ciri-ciri Emosional Usia 12-15 Tahun, iyalah sebagai berikut:
·         Cenderung banyak murung dan tidak dapat diterka.
·         Bertingkah laku kasar untuk menutupi kekurangan dalam hal rasa percaya diri.
·         Kemarahan biasa terjadi.
·         Cenderung tidak toleran terhadap orang lain dan ingin selalu menang sendiri.
·         Mulai mengamati orang tua dan guru-guru mereka secara objektif
Ø  Ciri-ciri Emosional Remaja Usia 15-18 Tahun, iyalah sebagai berikut:
·         “Pemberontakan” remaja merupakan ekspresi dari perubahan yang universal dari masa kanak-kanak menuju dewasa.
·         Banyak remaja mengalami konflik dengan orang tua mereka.
·         Sering kali melamun, memikirkan masa depan mereka.
Perkembangan emosi pada remaja ditandai dengan emosi yang tidak stabil dan penuh gejolak. Pada masa ini mood (suasana hati) bisa berubah dengan sangat cepat.
Remaja rata-rata memerlukan hanya 45 menit untuk berubah dari mood “senang luar biasa” ke “sedih luar biasa”, sementara orang dewasa memerlukan beberapa jam untuk hal yang sama. Perubahan emosi ini erat kaitannya dengan kemasakan hormon yang terjadi pada remaja. Stres emosional yang timbul berasal dari perubahan fisik yang cepat dan luas yang terjadi sewaktu pubertas.
Dengan meningkatnya usia anak, semua emosi diekspresikan secara lunak karena mereka telah mempelajari reaksi orang lain terhadap luapan emosi yang berlebihan, sekalipun emosi itu berupa kegembiraan atau emosi yang menyenangkan lainnya. Adapun karena anak-anak mengekang sebagian ekspresi emosi mereka, emosi tersebut cenderung berahan lebih lama daripada jika emosi itu diekspresikan secara lebih terbuka. Oleh kerena itu, ekspresi emosional mereka menjadi berbeda-beda.
Dan perbedaan itu sebagian disebabkan oleh keadaan fisik anak pada saat itu dan taraf kemampuan intelektualnya. Anak yang sehat cenderung kurang emosional dibandingkan dengan anak yang kurang sehat. Jika dilihat sebagai anggota suatu kelompok, anak-anak yang pandai bereaksi lebih emosional terhadap berbagai macam rangsangan dibandingkan dengan anak yang kurang pandai bereaksi. Tetapi sebaliknya mereka lebih dapat mampu mengendalikan emosi.
5.      Perkembangan Moral.
Remaja sudah mampu berperilaku yang tidak hanya mengejar kepuasan fisik saja, tetapi meningkat pada tatanan psikologis (rasa diterima, dihargai, dan penilaian positif dari orang lain).
Perkembangan moral pada masa remaja ditandai dengan ciri-ciri sebagaimana digambarkan oleh Elizabeth B. Hurlock (1997 : 225) sebagai berikut:
a)      Pandangan moral remaja semakin lama semakin abstrak. Hal ini sejalan dengan perkembangan aspek kognitifnya. Dengan demikian semakin bertambah tingkat pengertian remaja, semakin banyak pula nilai-nilai moral yang dapat ditangkap dan diserapnya.
b)      Penilaian moral remaja semakin kognitif. Dan ini mendorong remaja lebih berani dalam menganalisis masalah moralitas serta berani mengambil keputusan terhadap berbagai hal yang berhubungan dengan moralitas.
c)      Penilaian moral remaja mengalami orientasi dari egosentris ke sosiosentris kemudian ke prinsip universal. Artinya, dalam memandang masalah baik – buruk, ukuran utamanya bukan pendapat pribadi tetapi lebih didasarkan pada pendapat masyarakat di mana dia berada serta masyarakat dalam arti yang lebih luas lagi.
d)     Penilaian moral remaja, secara psikologis lebih mahal. Artinya, dalam memberikan penilaian yang berhubungan dengan moralitas seringkali mengalami ketegangan psikologis.
6.      Perkembangan Sosial.
Remaja telah mengalami perkembangan kemampuan untuk memahami orang lain (social cognition) dan menjalin persahabatan. Remaja memilih teman yang memiliki sifat dan kualitas psikologis yang relatif sama dengan dirinya, misalnya sama hobi, minat, sikap, nilai-nilai, dan kepribadiannya.
Perkembangan sikap yang cukup rawan pada remaja adalah sikap comformity yaitu kecenderungan untuk menyerah dan mengikuti bagaimana teman sebayanya berbuat. Misalnya dalam hal pendapat, pikiran, nilai-nilai, gaya hidup, kebiasaan, kegemaran, keinginan, dan lain-lainnya.
Santrock mengungkapkan bahwa pada transisi sosial remaja mengalami perubahan dalam hubungan individu dengan manusia lain yaitu dalam emosi, dalam kepribadian, dan dalam peran dari konteks sosial dalam perkembangan. Membantah orang tua, serangan agresif terhadap teman sebaya, perkembangan sikap asertif, kebahagiaan remaja dalam peristiwa tertentu serta peran gender dalam masyarakat merefleksikan peran proses sosial-emosional dalam perkembangan remaja. Dan juga disebutkan bahwa kemampuan remaja untuk memantau kognisi sosial mereka secara efektif merupakan petunjuk penting mengenai adanya kematangan dan kompetensi sosial mereka.
Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertama-tama masing sangat terbatas dengan orang tuanya dalam kehidupan keluarga, khususnya dengan ibu dan berkembang semakin meluas dengan anggota keluarga lain, teman bermain dan teman sejenis maupun lain jenis.
Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berprilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Menjadi orang yang mampu bersosialisasi (sozialed), memerlukan tiga proses.
Dimana masing-masing proses tersebut terpisah dan sangat berbeda satu sama lain, tetapi saling berkaitan, sehingga kegagalan dalam satu proses akan menurunkan kadar sosialisasi individu. Menurut Hurlock tiga proses dalam perkembangan sosial adalah sebagai berikut:
·         Berperilaku dapat diterima secara sosial. Setiap kelompok sosial mempunyai standar bagi para anggotanya tentang prilaku yang dapat diterima. Untuk dapat bersosialisasi, seseorang tidak hanya harus mengetahui prilaku yang dapat diterima, tetapi mereka juga harus menyesuaikan prilakunya sehingga ia bisa diterima sebagain dari masyarakat atau lingkungan sosial tersebut.
·         Memainkan peran di lingkungan sosialnya. Setiap kelompok sosial mempunyai pola kebiasaan yang telah ditentukan dengan seksama oleh para anggotanya dan setiap anggota dituntut untuk dapat memenuhi tuntutan yang diberikan kelompoknya.
·         Memiliki Sikap yang positif terhadap kelompok Sosialnya. Untuk dapat bersosialisasi dengan baik, seseorang harus menyukai orang yang menjadi kelompok dan aktifitas sosialnya. Jika seseorang disenangi berarti, ia berhasil dalam penyesuaian sosial dan diterima sebagai anggota kelompok sosial tempat mereka menggabungkan diri.
Sebagaimana aspek-aspek yang lain, aspek social remaja juga mengalami perkembangan. Adapun karakteristik perkembangan social remaja adalah sebagai berikut:
1)      Perilaku sosial remaja banyak dipengaruhi oleh kelompok teman sebaya (peer group).
2)      Terjadi perubahan pada perilaku social, antara lain :
·         Perubahan dari tingkahlaku yang ramai kea rah yang lebih tenang;
·         Perubahan dari penyesuaian pada kelompok besar ke kelompok yang lebih kecil.
3)      Terjadi pengelompokan sosial, antara lain :
·         Sahabat karib (chumbs)
·         Kelompok kecil (clique)
·         Kelompok besar (crowds)
·         Gangs
4)      Meningkatnya kemampuan dalam menyesuaian diri (Nur Syamsu, 2004 : 198 – 199).
a)      Di lingkungan keluarga, ditunjukkan dengan :
·         Menjalin hubungan yang baik dengan para anggota keluarga.
·         Menerima otoritas orang tua.
·         Menerima tanggung jawab dan norma-norma keluarga.
·         Berusaha membantu keluarga.
b)      Di lingkungan sekolah, ditunjukkan dengan :
·         Bersikap respek dan mau menerima peraturan sekolah.
·         Berperan serta dalam kegiatan-kegiatan sekolah.
·         Menjalin persahabatan dengan teman-teman sekolahnya.
·         Bersikap hormat pada guru, pemimpin sekolah, dan staf yang lain.
c)      Di lingkungan masyarakat, ditunjukkan dengan :
·         Mengakui dan respek terhadap hak-hak orang lain.
·         Memelihara jalinan persahabatan dengan orang lain.
·         Bersikap simpati dan altruis terhadap kesejahteraan orang lain.
·         Bersikap respek terhadap nilai-nilai, hukum, tradisi, dan kebijakan-kebijakan masyarakat.
7.      Perkembangan Kepribadian Remaja.
Isu sentral pada remaja adalah masa berkembangnya identitas diri (jati diri) yang bakal menjadi dasar bagi masa dewasa. Remaja mulai sibuk dan heboh dengan problem “siapa saya?” (Who am I ?). Terkait dengan hal tersebut remaja juga risau mencari idola-idola dalam hidupnya yang dijadikan tokoh panutan dan kebanggaan. Faktor-faktor penting dalam perkembangan integritas pribadi remaja (psikologi remaja) adalah :
·         Pertumbuhan fisik semakin dewasa, membawa konsekuensi untuk berperilaku dewasa pula.
·         Kematangan seksual berimplikasi kepada dorongan dan emosi-emosi baru.
·         Munculnya kesadaran terhadap diri dan mengevaluasi kembali obsesi dan cita-citanya.
·         Kebutuhan interaksi dan persahabatan lebih luas dengan teman sejenis dan lawan jenis.
·         Munculnya konflik-konflik sebagai akibat masa transisi dari masa anak menuju dewasa. Remaja akhir sudah mulai dapat memahami, mengarahkan, mengembangkan, dan memelihara identitas diri.
E.     Permasalahan Masa Remaja.
Berdasarkan tinjauan teori perkembangan, usia remaja adalah masa saat terjadinya perubahan-perubahan yang cepat, termasuk perubahan fundamental dalam aspek kognitif, emosi, sosial dan pencapaian (Fagan, 2006). Sebagian remaja mampu mengatasi transisi ini dengan baik, namun beberapa remaja bisa jadi mengalami penurunan pada kondisi psikis, fisiologis, dan sosial. Beberapa permasalahan remaja yang muncul biasanya banyak berhubungan dengan karakteristik yang ada pada diri remaja. Berikut ini dirangkum beberapa permasalahan utama yang dialami oleh remaja, yaitu:
1.      Permasalahan Fisik dan Kesehatan.
Permasalahan akibat perubahan fisik banyak dirasakan oleh remaja awal ketika mereka mengalami pubertas. Pada remaja yang sudah selesai masa pubertasnya (remaja tengah dan akhir) permasalahan fisik yang terjadi berhubungan dengan ketidakpuasan / keprihatinan mereka terhadap keadaan fisik yang dimiliki yang biasanya tidak sesuai dengan fisik ideal yang diinginkan. Mereka juga sering membandingkan fisiknya dengan fisik orang lain ataupun idola-idola mereka. Permasalahan fisik ini sering mengakibatkan mereka kurang percaya diri. Levine & Smolak (2002) menyatakan bahwa 40-70% remaja perempuan merasakan ketidakpuasan pada dua atau lebih dari bagian tubuhnya, khususnya pada bagian pinggul, pantat, perut dan paha. Dalam sebuah penelitian survey pun ditemukan hampir 80% remaja ini mengalami ketidakpuasan dengan kondisi fisiknya (Kostanski & Gullone, 1998).
Ketidakpuasan akan diri ini sangat erat kaitannya dengan distres emosi, pikiran yang berlebihan tentang penampilan, depresi, rendahnya harga diri, onset merokok, dan perilaku makan yang maladaptiv (& Shaw, 2003; Stice & Whitenton, 2002). Lebih lanjut, ketidakpuasan akan body image ini dapat sebagai pertanda awal munculnya gangguan makan seperti anoreksia atau bulimia (Polivy & Herman, 1999; Thompson et al).
Dalam masalah kesehatan tidak banyak remaja yang mengalami sakit kronis. Problem yang banyak terjadi adalah kurang tidur, gangguan makan, maupun penggunaan obat-obatan terlarang. Beberapa kecelakaan, bahkan kematian pada remaja penyebab terbesar adalah karakteristik mereka yang suka bereksperimentasi dan bereksplorasi.
2.      Permasalahan Alkohol dan Obat-Obatan Terlarang.
Penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang akhir-akhir ini sudah sangat memprihatinkan. Walaupun usaha untuk menghentikan sudah digalakkan tetapi kasus-kasus penggunaan narkoba ini sepertinya tidak berkurang. Ada kekhasan mengapa remaja menggunakan narkoba/ napza yang kemungkinan alasan mereka menggunakan berbeda dengan alasan yang terjadi pada orang dewasa. Santrock (2003) menemukan beberapa alasan mengapa remaja mengkonsumsi narkoba yaitu karena ingin tahu, untuk meningkatkan rasa percaya diri, solidaritas, adaptasi dengan lingkungan, maupun untuk kompensasi.
a)      Pengaruh sosial dan interpersonal: termasuk kurangnya kehangatan dari orang tua, supervisi, kontrol dan dorongan. Penilaian negatif dari orang tua, ketegangan di rumah, perceraian dan perpisahan orang tua.
b)      Pengaruh budaya dan tata krama: memandang penggunaan alkohol dan obat-obatan sebagai simbol penolakan atas standar konvensional, berorientasi pada tujuan jangka pendek dan kepuasan hedonis, dll.
c)      Pengaruh interpersonal: termasuk kepribadian yang temperamental, agresif, orang yang memiliki lokus kontrol eksternal, rendahnya harga diri, kemampuan koping yang buruk, dll.
d)     Cinta dan Hubungan Heteroseksual.
e)      Permasalahan Seksual.
f)       Hubungan Remaja dengan Kedua Orang Tua.
g)      Permasalahan Moral, Nilai, dan Agama.
Lain halnya dengan pendapat Smith & Anderson (dalam Fagan,2006), menurutnya kebanyakan remaja melakukan perilaku berisiko dianggap sebagai bagian dari proses perkembangan yang normal. Perilaku berisiko yang paling sering dilakukan oleh remaja adalah penggunaan rokok, alkohol dan narkoba (Rey, 2002). Tiga jenis pengaruh yang memungkinkan munculnya penggunaan alkohol dan narkoba pada remaja.
Salah satu akibat dari berfungsinya hormon gonadotrofik yang diproduksi oleh kelenjar hypothalamus adalah munculnya perasaan saling tertarik antara remaja pria dan wanita. Perasaan tertarik ini bisa meningkat pada perasaan yang lebih tinggi yaitu cinta romantis (romantic love) yaitu luapan hasrat kepada seseorang atau orang yang sering menyebutnya “jatuh cinta”.
Santrock (2003) mengatakan bahwa cinta romatis menandai kehidupan percintaan para remaja dan juga merupakan hal yang penting bagi para siswa.
Cinta romantis meliputi sekumpulan emosi yang saling bercampur seperti rasa takut, marah, hasrat seksual, kesenangan dan rasa cemburu. Tidak semua emosi ini positif. Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Bercheid & Fei ditemukan bahwa cinta romantis merupakan salah satu penyebab seseorang mengalami depresi dibandingkan dengan permasalahan dengan teman.
Tipe cinta yang lain adalah cinta kasih sayang (affectionate love) atau yang sering disebut cinta kebersamaan yaitu saat muncul keinginan individu untuk memiliki individu lain secara dekat dan mendalam, dan memberikan kasih sayang untuk orang tersebut. Cinta kasih sayang ini lebih menandai masa percintaan orang dewasa daripada percintaan remaja.
Dengan telah matangnya organ-organ seksual pada remaja maka akan mengakibatkan munculnya dorongan-dorongan seksual. Problem tentang seksual pada remaja adalah berkisar masalah bagaimana mengendalikan dorongan seksual, konflik antara mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan, adanya “ketidaknormalan” yang dialaminya berkaitan dengan organ-organ reproduksinya, pelecehan seksual, homoseksual, kehamilan dan aborsi, dan sebagainya (Santrock, 2003, Hurlock, 1991).
Diantara perubahan-perubahan yang terjadi pada masa remaja yang dapat mempengaruhi hubungan orang tua dengan remaja adalah: pubertas, penalaran logis yang berkembang, pemikiran idealis yang meningkat, harapan yang tidak tercapai, perubahan di sekolah, teman sebaya, persahabatan, pacaran, dan pergaulan menuju kebebasan.
Beberapa konflik yang biasa terjadi antara remaja dengan orang tua hanya berkisar masalah kehidupan sehari-hari seperti jam pulang ke rumah, cara berpakaian, merapikan kamar tidur. Konflik-konflik seperti ini jarang menimbulkan dilema utama dibandingkan dengan penggunaan obat-obatan terlarang maupun kenakalan remaja. Beberapa remaja juga mengeluhkan cara-cara orang tua memperlakukan mereka yang otoriter, atau sikap-sikap orang tua yang terlalu kaku atau tidak memahami kepentingan remaja.
Akhir-akhir ini banyak orang tua maupun pendidik yang merasa khawatir bahwa anak-anak mereka terutama remaja mengalami degradasi moral. Sementara remaja sendiri juga sering dihadapkan pada dilema-dilema moral sehingga remaja merasa bingung terhadap keputusan-keputusan moral yang harus diambilnya. Walaupun di dalam keluarga mereka sudah ditanamkan nilai-nilai, tetapi remaja akan merasa bingung ketika menghadapi kenyataan ternyata nilai-nilai tersebut sangat berbeda dengan nilai-nilai yang dihadapi bersama teman-temannya maupun di lingkungan yang berbeda.
Pengawasan terhadap tingkah laku oleh orang dewasa sudah sulit dilakukan terhadap remaja karena lingkungan remaja sudah sangat luas. Pengasahan terhadap hati nurani sebagai pengendali internal perilaku remaja menjadi sangat penting agar remaja bisa mengendalikan perilakunya sendiri ketika tidak ada orang tua maupun guru dan segera menyadari serta memperbaiki diri ketika dia berbuat salah. Dari beberapa bukti dan fakta tentang remaja, karakteristik dan permasalahan yang menyertainya, semoga dapat menjadi wacana bagi orang tua untuk lebih memahami karakteristik anak remaja mereka dan perubahan perilaku mereka.
Perilaku mereka kini tentunya berbeda dari masa kanak-kanak. Hal ini terkadang yang menjadi stressor tersendiri bagi orang tua. Oleh karenanya, butuh tenaga dan kesabaran ekstra untuk benar-benar mempersiapkan remaja kita kelak menghadapi masa dewasanya.
Ø  Tanda-tanda bahaya dari maladjustment remaja.
Dengan adanya perubahan yang terjadi dalam fisik, psikologis dan sosial pada remaja yang sangat cepat dan drastis menuntut remaja tersebut untuk bisa menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut dan tuntutan-tuntutan lingkungan baru yang menyertainya. Pada kenyataannya tidak semua remaja dapat menyesuaikan dengan perubahan tersebut, berikut adalah beberapa tanda-tanda penyesuaian diri yang salah pada remaja :
a)      Tidak bertanggung jawab, misalnya mengabaikan sekolah.
b)      Agresif secara berlebihan dan sikap yang tertalu yakin atas dirinya.
c)      Perasaan tidak aman, yang menyebabkan remaja harus menyesuaikan dengan standar kelompok.
d)     Homesickness.
e)      Menghayal secara berlebihan sebagai upaya untuk mengkompensir ketidakpuasan dari kehidupan sehari-hari.
f)       Regresi perilaku ke tingkat perkembangan yang lebih awal, misalnya ngompol, ngamuk pada saat marah dan lain-lain.
g)      Menggunakan defense mechanism secara berlebihan, seperti rasionalisasi, proyeksi, fantasi, dan displacement.
Ø  Cara-cara orang tua untuk menangani masalah remaja.
Adanya tanda-tanda kesalahan penyesuaian diri remaja tentu saja menuntut penanganan yang cepat dan tepat, mengingat masa ini merupakan masa penting yang menentukan individu pada masa berikutnya. Penanganan atas permasalahan remaja sangat bervariasi dan tergantung dari konteks dan latar belakang permasalahannya, dan juga upaya-upaya ini idealnya merupakan hasil kerjasama orang tua, guru dan pihak-pihak lain yang terkait.
a)      Secara umum ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh orang tua untuk mencegah dan menangani munculnya permasalahan ini, antara lain :Memahami dan mendengarkan keluhan remaja dengan penuh perhatian, pengertian dan kasih sayang.
b)      Memberikan penghargaan terhadap prestasi studi/prestasi sosial, seperti olahraga, kesenian atau perbuatan-perbuatan baik yang ditunjukkan remaja baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat.
c)      Banyak berdiskusi tentang berbagai hal yang terjadi di lingkungan sosial maupun lingkungan sekolahnya serta orientasi masa depan yang akan direncanakan remaja.
d)     Realistis dan bersikap objektif terhadap anak, sehingga idealnya orang tua mengetahui kapasitas anak dan mendiskusikan target apa yang ingin dicapai.
e)      Mulai menyertakan remaja dalam pengambilan keputusan keluarga. Hal ini mendidik anak untuk ikut bertanggung jawab dan melatih mereka dalam proses problem solving dan decision making.
f)       Mendukung ide-ide remaja yang positif.
g)      Mengawasi kegiatan dan lingkungan sosial remaja secara proporsional, tidak terlalu ketat atapun terlalu longgar.
h)      Jika ada indikasi ketidakberesan yang serius, baik dalam segi fisik ataupun psikologis yang cukup mencolok segera konsultasikan dengan tenaga ahli seperti dokter atau psikolog
F.     Kenakalan Remaja.
Definisi kenakalan remaja menurut para ahli, yaitu sebagai berikut :
Pertama, menerut Kartono ilmuwan sosiologi. Menurut beliau, “Kenakalan Remaja atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah juvenile delinquency merupakan gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial. Akibatnya, mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang”.
Kedua, menurut Santrock. “Kenakalan remaja merupakan kumpulan dari berbagai perilaku remaja yang tidak dapat diterima secara sosial hingga terjadi tindakan kriminal”.
Dari dua pengertian kenakalan remaja menurut para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa kenakalan remaja adalah penyimpangan-penyimpangan sosial remaja yang di anggap tabu dan tidak dapat diterima oleh masyarakat umum.
Lalu, sejak kapan masalah kenakalan remaja mulai disoroti?
        Masalah kenakalan remaja mulai mendapat perhatian masyarakat secara khusus sejak terbentuknya peradilan untuk anak-anak nakal (juvenile court) pada 1899 di Illinois, Amerika Serikat.
Adapun, Jenis-jenis kenakalan remaja adalah sebagai berikut :
1.      Penyalahgunaan narkoba.
2.      Seks bebas.
3.      Tawuran antara pelajar.
4.      Balapan liar.
Hal ini terjadi karena sebab-sebab tertentu, dan Penyebab terjadinya kenakalan remaja terbagi menjadi 2, yaitu:
Perilaku 'nakal' remaja bisa disebabkan oleh faktor dari remaja itu sendiri (internal) maupun faktor dari luar (eksternal). 1. Faktor internal:
a)      Krisis identitas.
Perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi.
Pertama, terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya. Kedua, tercapainya identitas peran. Kenakalan ramaja terjadi karena remaja gagal mencapai masa integrasi kedua.
b)      Kontrol diri yang lemah.
Remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku 'nakal'. Begitupun bagi mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah laku tersebut, namun tidak bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku sesuai dengan pengetahuannya.
2. Faktor eksternal:
1) Keluarga.
Perceraian orangtua, tidak adanya komunikasi antar anggota keluarga, atau perselisihan antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja. Pendidikan yang salah di keluarga pun, seperti terlalu memanjakan anak, tidak memberikan pendidikan agama, atau penolakan terhadap eksistensi anak, bisa menjadi penyebab terjadinya kenakalan remaja.
a)      Teman sebaya yang kurang baik.
b)      Komunitas/lingkungan tempat tinggal yang kurang baik.
Hal-hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi kenakalan remaja:
1.      Kegagalan mencapai identitas peran dan lemahnya kontrol diri bisa dicegah atau diatasi dengan prinsip keteladanan. Remaja harus bisa mendapatkan sebanyak mungkin figur orang-orang dewasa yang telah melampaui masa remajanya dengan baik juga mereka yang berhasil memperbaiki diri setelah sebelumnya gagal pada tahap ini.
2.      Adanya motivasi dari keluarga, guru, teman sebaya untuk melakukan point pertama.
3.      Kemauan orangtua untuk membenahi kondisi keluarga sehingga tercipta keluarga yang harmonis, komunikatif, dan nyaman bagi remaja.
4.      Remaja pandai memilih teman dan lingkungan yang baik serta orangtua memberi arahan dengan siapa dan di komunitas mana remaja harus bergaul.
5.      Remaja membentuk ketahanan diri agar tidak mudah terpengaruh jika ternyata teman sebaya atau  komunitas yang ada tidak sesuai dengan harapan.
Dari beberapa bukti dan fakta tentang remaja, karakteristik dan permasalahan yang menyertainya, semoga dapat menjadi wacana bagi orang tua untuk lebih memahami karakteristik anak remaja mereka dan perubahan perilaku mereka. Perilaku mereka kini tentunya berbeda dari masa kanak-kanak. Hal ini terkadang yang menjadi stressor tersendiri bagi orang tua. Oleh karenanya, butuh tenaga dan kesabaran ekstra untuk benar-benar mempersiapkan remaja kita kelak menghadapi masa dewasanya. Remaja merupakan generasi penerus, pembaharu, penggebrag, dan pemimpin-pemimpin dimasa yang akan datang. Semua pihak terkait haruslah ekstra mempersiapkan mereka. Dan remaja sendiri harus tau bersikap serta bertindak yang bertanggung jawab. Karena kita semua tau bahwa dunia ini kelak ada di tangan kalian. Para generasi baru.

3 komentar:

  1. Harrah's Resort SoCal Casino & Hotel - Mapyro
    The Hotel features 6 restaurants, 김제 출장안마 a full bar, and a casino. It also has an outdoor pool. A bar and lounge is located near the garage. 안동 출장안마 There is a 양산 출장마사지 casino/lounge. Rating: 4 · 속초 출장마사지 ‎1,221 reviews · 순천 출장마사지 ‎Price range: $

    BalasHapus