MASA YANG PALING INDAH & PENUH PERMASALAHAN
Banyak
yang bilang masa dimana manusia menjalani kehidupan sepanjang hayat, yang
paling dirasa indah adalah masa remaja. Memang benar masa yang paling berkesan
lagi menyenangkan itu adalah masa remaja. Karena pada saat remaja, kita banyak
mengalami suatu awal masa, dimana kita ingin mencari sesuatu yang disebut
dengan ‘jatidiri’. Kita banyak mendapat sesuatu hal yang belum pernah kita
dapatkan sebelumnya, mulai dari memiliki sahabat dekat, teman ‘curhat’ dan banyak
lagi kisah-kisah kehidupan remaja yang penuh warna. Semua hal yang kita rasakan
di usia muda itu akan tumbuh secara alamiah, dan didasari juga oleh rasa
penasaran dan ingin tahu yang besar. Pada saat kita mengenal rasa cinta
terhadap lawan jenis misalnya, itu adalah sesuatu hal yang normal yang pasti
akan dialami oleh setiap remaja.
Masa
remaja memang masa membahagiakan, saat yang paling indah namun juga penuh
dengan permasalahan atau problematika. Statement ini sudah dikemukakan jauh
pada masa lampau, berkisar pada abad
ke-20 oleh Bapak Psikologi Remaja yaitu Stanley Hall. Stanley Hall pada saat
itu berpendapat bahwa, masa remaja merupakan 'masa badai dan tekanan' (storm
and stress).
Mengapa
bisa dikatakan masa remaja merupakan 'masa badai dan tekanan'? Karena
setiap periode masa remaja mempunyai masalah sendiri-sendiri. Dan masalah masa
remaja itu sering menjadi masalah yang sulit untuk diatasi, baik oleh anak
laki-laki maupun anak perempuan. Banyak sekali problematika yang sulit kita
hadapi pada saat usia remaja, contohnya adalah masalah percintaan, masalah
berkenaan dengan rasa ingin tahu dalam segala hal, masalah-masalah internal
yang sulit untuk diutarakan kepada orang lain, karena kebanyakan dari
mereka merasa sudah mandiri dan sanggup menyelesaikan masalahnya sendiri,
walaupun faktanya tidak seperti yang ia bayangkan. Mereka berkeras ingin
mengatasi masalahnya sendiri, menolak bantuan orangtua, teman dan guru-guru.
Karena ketidakmampuan mengatasi masalah menurut cara yang mereka yakini, banyak
remaja akhirnya menemukan bahwa penyelesaiannya tidak selalu sesuai dengan
harapan mereka.
A. Definisi
Remaja.
Menurut psikologi, remaja adalah suatu periode transisi dari masa awal
anak-anak hingga masa awal dewasa, yang dimasuki pada usia kira-kira 10 hingga
12 tahun dan berakhir pada usia 18 tahun hingga 22 tahun. Masa remaja bermula
pada perubahan fisik yang cepat, pertambahan berat dan tinggi badan yang
dramatis, perubahan bentuk tubuh, dan perkembangan karakteristik seksual
seperti pembesaran buah dada, perkembangan pinggang dan kumis, dan dalamnya
suara. Pada perkembangan ini, pencapaian kemandirian dan identitas sangat
menonjol (pemikiran semakin logis, abstrak, dan idealistis) dan semakin banyak
menghabiskan waktu di luar keluarga.
Remaja dalam
ilmu psikologis juga diperkenalkan dengan istilah lain, seperti puberteit,
adolescence, dan youth. Dalam bahasa Indonesia sering pula
dikaitkan pubertas atau remaja. Remaja merupakan suatu fase perkembangan
antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, berlangsung antara usia 12 sampai 21
tahun. Masa remaja terdiri dari masa remaja awal usia 12-15 tahun, masa remaja
pertengahan usia 15-18 tahun, dan masa remaja akhir usia 18-21 tahun (Monks, et
al. 2002). Masa remaja disebut juga sebagai periode perubahan, tingkat
perubahan dalam sikap, dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan perubahan
fisik (Hurlock, 2004).
Dilihat
dari bahasa inggris "teenager", remaja artinya yakni manusia berusia
belasan tahun. Dimana usia tersebut merupakan perkembangan untuk menjadi
dewasa. Oleh sebab itu orang tua dan pendidik sebagai bagian masyarakat yang lebih berpengalaman memiliki peranan penting
dalam membantu perkembangan remaja menuju kedewasaan.
Remaja
juga berasal dari kata latin "adolensence" yang berarti tumbuh atau
tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi
yang mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock, 1992). Remaja memiliki tempat di antara anak-anak dan orang tua karena sudah tidak termasuk golongan
anak tetapi belum juga berada dalam golongan dewasa atau tua.
Seperti
yang dikemukakan oleh Calon (dalam Monks, dkk 1994) bahwa masa remaja
menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status
dewasa dan tidak lagi memiliki status anak-anak.
Menurut
Sri Rumini & Siti Sundari (2004: 53) masa remaja adalah peralihan dari masa
anak-anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/fungsi
untuk memasuki masa dewasa. Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai
dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria.
Sedangkan
menurut Zakiah Darajat (1990: 23) remaja adalah Masa peralihan di antara masa
kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini anak mengalami masa pertumbuhan dan masa
perkembangan fisiknya maupun perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk badan ataupun
cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang.
Hal senada
diungkapkan oleh Santrock (2003: 26) bahwa remaja (adolescene) diartikan
sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang
mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Batasan usia
remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun.
Lebih
jelas lagi pada tahun 1974, WHO memberikan definisi tentang remaja secara lebih
konseptual, sebagai berikut (Sarwono, 2001):
“Remaja
adalah suatu masa dimana: Individu berkembang dari saat pertama kali ia
menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan
seksual. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari
kanak-kanak menjadi dewasa”.
Rentang
waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu
1. 12-15
tahun, masa remaja awal.
2. 15-18
tahun, masa remaja pertengahan.
3. 18-21
tahun, masa remaja akhir.
Tetapi
Monks, Knoers, dan Haditono membedakan masa remaja menjadi empat bagian, yaitu
masa pra-remaja 10-12 tahun, masa remaja awal 12-15 tahun, masa remaja
pertengahan 15-18 tahun, dan masa remaja akhir 18-21 tahun (Deswita, 2006:192)
Definisi yang dipaparkan oleh Sri Rumini & Siti Sundari, Zakiah Darajat,
dan Santrock tersebut menggambarkan bahwa masa remaja adalah masa peralihan
dari masa anak-anak kepada masa dewasa dengan rentang usia antara 12-22 tahun,
dimana pada masa tersebut terjadi proses pematangan baik itu pematangan fisik,
maupun psikologis.
Dari
pengertian-pengertian tersebut, jelas sudah bahwa masa remaja memang sebuah
masa yang kompleks yang terjadi di usia muda. Disisi lain masa ini memang indah
dan membahagiakan. Namun, masa ini pun cukup sulit di lewati karena banyaknya
problematika, baik itu bersifat internal maupun eksternal. Ketidaksiapan
seorang remaja terhadap perubahan fisik dan lingkungan menjadi sebuah beban
mental tersendiri. Dan adanya hal-hal baru yang terjadi dalam kehidupan remaja
menjadi sebuah tonggak awal serta bekal bagi kehidupannya di masa yang akan
datang, yaitu masa dewasa. Penanganan-penanganan masalah yang akan menjadi
sebuah pengalaman menarik baginya di harapkan lahir dari pemikiran yang cerdas.
Input-input serta stimulus dari luar haruslah di filter sedemikian rupa. Remaja
boleh memiliki rasa ingin tau dan mencoba hal-hal baru, hanya dalam hal-hal
positif yang tidak merugikan. Remaja haruslah kreatif, inovatif dan cerdas
dalam bertindak. Dan tentunya orang tua dan guru diharapkan lebih ikut berperan
dalam pengawasan, bimbingan, pengarahan, kontrol serta pemberian input-input
positif .
B. Batasan
Usia Remaja.
Kaplan
& Sadock dalam bukunya Sinopsis Psikiatri, menyebutkan fase remaja terdiri
atas remaja awal (11-14 tahun), remaja pertengahan (14-17 tahun), dan remaja akhir
(17-20) tahun.
Sementara
F.J. Monks berpendapat bahwa secara global masa remaja berlangsung antara 12-21
tahun, dengan pembagian 12-15 tahun: masa remaja awal, 15-18 tahun: masa remaja
pertengahan, 18-21 tahun masa remaja akhir (Monsk, 2002). Dari beberapa
pendapat diatas dapat dibuat suatu batasan usia remaja adalah dimulai dari umur
10-21 tahun.
Secara
sosiologik ditandai dengan intensifnya persiapan dalam menyongsong peranannya
kelak sebagai seorang dewasa muda.
Mengenai
umur masa remaja, ahli-ahli ilmu jiwa tidak mempunyai kata sepakat tentang
batasan umur yang jelas dan dapat disetujui bersama sebab dalam kenyataannya
konsep remaja ini baru mulai muncul pada abad ke-20. Menurut Powel, masa remaja
digolongkan: “Pre adolescence, from ten to twelve years; early adolescence from
thirteen to sixteen, and late adolescence, from seventeen to twenty one years”
(Mulyono, 1995). Leulla Cole menyebutkan masa adolescence dibagi menjadi tiga
tingkatan, yaitu: “early adolescence 13 to 15 years, middle adolescence 16 to
18 years, late adolescence 19 to 21” (Mulyono, 1995).
Ø Batasan
Remaja menurut WHO.
WHO
menetapkan batas usia 10-20 tahun sebagai batasan usia remaja (Sarwono, 1995).
Pada tahun 1974, WHO memberikan definisin tentang remaja yang bersifat
konseptual.
Dalam definisi tersebut
dikemukakan 3 kriteria yaitu:
Biologik, Psikologik
dan Sosial Ekonomi, sehingga secara lengkap definisi tersebut berbunyi sebagai
berikut:
·
Individu berkembang dari saat pertama kali ia
menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan
seksual.
·
Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola
identitas dari kanak-kanak menjadi dewasa.
·
Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi
yang penuh kepada keadaan relatif lebih mandiri (Muangman dalam sarlito, 2002).
·
Pada tahun-tahun berikutnya, definisi ini makin
berkembang ke arah yang lebih konkrit dan operasional. WHO mendefinisikan
remaja secara konkrit operasional berdasarkan umur.
Di
Indonesia, batasan remaja yang mendekati batasan PBB tentang pemuda adalah
kurun usia 11-24 yang dikemukakan dalam sensus penduduk 1980. Definisi tersebut
tentunya berdasarkan atas tujuan operasional. Penggolongan ini semata-mata
berdasarkan usia saja tidak memperlihatkan aspek sosial-psikologik orang-orang
pada kurun usia tersebut.
C. Ciri-Ciri
Masa Remaja.
Ciri-ciri masa remaja memiliki karakteristik yang khusus, dimana
masa remaja adalah masa peralihan. Secara psikologis, masa remaja adalah usia
dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak sudah
tidak merasa lagi dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada
pada tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak.
Integrasi dalam masyarakat (dewasa) mempunyai banyak aspek
efektif, transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini
memungkinkan untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang
kenyataanya merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini.
Menurut Makmun (2003) karakteristik perilaku dan
pribadi pada masa remaja terbagi ke dalam dua kelompok yaitu remaja awal (11-13
dan14-15 tahun) dan remaja akhir (14-16 dan 18-20 tahun) meliputi aspek:
a. Fisik,
laju perkembangan secara umum berlangsung pesat, proporsi ukuran tinggi, berat
badan seringkali kurang seimbang dan munculnya ciri-ciri sekunder.
b. Psikomotor,
gerak-gerik tampak canggung dan kurang terkoordinasikan serta aktif dalam
berbagai jenis cabang permainan.
c. Bahasa,
berkembangnya penggunaan bahasa sandi dan mulai tertarik mempelajari bahasa
asing, menggemari literatur yang bernafaskan dan mengandung segi erotik, fantastik,
dan estetik.
d. Sosial,
keinginan menyendiri dan bergaul dengan banyak teman tetapi bersifat temporer,
serta adanya kebergantungan yang kuat kepada kelompok sebaya disertai semangat
konformitas yang tinggi.
e. Perilaku
kognitif, yang terbagi menjadi:
1) Proses
berfikir sudah mampu mengoperasikan kaidah-kaidah logika formal (asosiasi,
diferensiasi, komparasi, kausalitas) yang bersifat abstrak, meskipun relatif
terbatas.
2) Kecakapan
dasar intelektual menjalani laju perkembangan yang terpesat.
3) Kecakapan
dasar khusus (bakat) mulai menujukkan kecenderungan-kecenderungan yang lebih
jelas.
f. Moralitas,
yang ditandai dengan:
1) Adanya
ambivalensi antara keinginan bebas dari dominasi pengaruh orang tua dengan
kebutuhan dan bantuan dari orang tua.
2) Sikapnya
dan cara berfikirnya yang kritis mulai menguji kaidahkaidah atau sistem nilai
etis dengan kenyataannya dalam perilaku sehari-hari oleh para pendukungnya.
3) Mengidentifikasi
dengan tokoh moralitas yang dipandang tepat dengan tipe idolanya.
g. Perilaku
Keagamaan, yaitu mengenai:
1) Mengenai
eksistensi dan sifat kemurahan dan keadilan tuhan mulai dipertanyakan secara
kritis dan skeptis.
2) Masih
mencari dan mencoba menemukan pegangan hidup.
3) Penghayatan
kehidupan keagamaan sehari-hari dilakukan atas pertimbangan adanya semacam
tuntutan yang memaksa dari luar dirinya.
h. Kognitif,
emosi, afektif, dan kepribadian, yaitu:
1) Lima
kebutuhan dasar (fisiologis, rasa aman, kasih sayang, harga diri, dan
aktualisasi diri) menunjukkan arah kecenderungannya.
2) Reaksi-reaksi
dan ekspresi emosionalnya masih labil dan belum terkendali seperti pernyataan
marah, gembira atau kesedihannya masih dapat berubah-ubah dan silih berganti.
3) Merupakan
masa kritis dalam rangka menghadapi krisis identitasnya yang sangat dipengaruhi
oleh kondisi psikososialnya, yang akan membentuk kepribadiannnya.
4) Kecenderungan-kecenderungan
arah sikap nilai mulai tampak (teoritis, ekonomis, estetis, sosial, politis,
dan religius), meski masih dalam taraf eksplorasi dan mencoba-coba.
Sedangkan Hurlock,
membagi ciri-ciri masa remaja menjadi lebih spesifik dan khusus, seperti
dibawah ini:
3.1 Masa
remaja sebagai periode yang penting.
Meskipun semua periode adalah penting, tetapi kadar
kepentingan usia remaja cukup tinggi mengingat dalam periode ini begitu besar
pengaruh fisik dan psikis membentuk kepribadian manusia.
Periode ini membentuk pengaruh paling besar terhadap
fisik dan psikis manusia sepanjang hayatnya kelak. Bagi sebagian besar anak
muda, usia diantara dua belas dan enam belas tahun merupakan tahun kehidupan
yang penuh dengan kejadian sepanjang menyangkut pertumbuhan dan perkembangan.
Tak dapat disangkal, selama kehidupan ini perkembangan
berlangsung semakin cepat, dan lingkungan yang baik semakin lebih menentukan,
tetapi yang bersangkutan sendiri bukanlah remaja yang memperhatikan perkembangan
atau kurangnya perkembangan dengan kagum, senang atau takut. Periode ini pun dianggap sebagai masa penting karena
memiliki dampak langsung dan dampak jangka panjang dari apa yang terjadi pada
masa ini. Selain itu, periode ini pun memiliki dampak penting terhadap
perkembangan fisik dan psikologis individu, dimana terjadi perkembangan fisik
dan psikologis yang cepat dan penting. Kondisi inilah yang menuntut individu untuk bisa
menyesuaikan sendiri secara mental dan melihat pentingnya menetapkan suatu sikap,
nilai-nilai dan minta yang baru.
3.2 Masa remaja sebagai periode
peralihan.
Peralihan
bukan berarti terputusnya suatu rangkaian sebelumnya dengan rangkaian
berikutnya. Peralihan lebih menuju pada arti sebuah jembatan pergantian atau
tahapan antara dua titik. Titik ini juga bisa disebut titik rawan periode
manusia, di mana dalam titik ini terbuka peluang untuk selamat atau tidaknya
pola pikir dan pola sikap manusia sebagai pelaku peralihan itu sendiri.
Peralihan ini dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Tidak dikatakan masa
kanak-kanak yang penuh masa bermain-main, tetapi juga tidak masa dewasa, yang
penuh kematangan dalam pemikiran dan tingkah laku.
Sebuah
peralihan dari satu tahap perkembangan ke tahap berikutnya, apa yang telah
terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekas pada apa yang terjadi sekarang dan
yang akan datang.
Periode ini menuntut seorang anak untuk meninggalkan
sifat-sifat kekanak-kanakannya dan harus mempelajari pola-pola perilaku dan
sikap-sikap baru untuk menggantikan dan meninggalkan pola-pola perilaku
sebelumnya. Selama peralihan dalam periode ini, seringkali seseorang merasa
bingung dan tidak jelas menangani peran yang dituntut oleh lingkungan.
Misalnya, pada saat individu menampilkan perilaku anak-anak maka mereka akan
diminta untuk berperilaku sesuai dengan usianya. Namun pada kebalikannya jika
individu mencoba untuk berperilaku seperti orang dewasa sering dikatakan bahwa
mereka berperilaku terlalu dewasa untuk usianya.
3.3 Masa remaja sebagai periode
perubahan.
Dalam
Psikologi Remaja (1982:42), Andi Mappiare menjelaskan pertumbuhan dan
perkembangan merupakan dua jenis perubahan yang saling berkaitan. Pertumbuhan
lebih menonjolkan perubahan fisik, sedangkan perkembangan cenderung ke
persoalan psikis atau kejiwaan remaja.
Arti
perubahan menurut Boring, Langfeld, dan Weld, lebih dekat kepada makna
“kematangan”, di mana perubahan tersebut mencapai kematangan jika secara fisik
dan psikis sudah mendapati tahapan tertentu dalam fase perkembangan manusia.
Dengan demikian menurut Boring, bahwa pertumbuhan dan perkembangan dapat
mengacu pada perubahan sebagai akibat adanya pengaruh yang mengenai kehidupan
organisme.
Ada
lima perubahan yang hampir sama dan bersifat universal, yaitu:
a) Meningginya
emosi, yang intensitasnya tergantung pada tingkat perubahan fisik dan
psikologis yang terjadi.
b) Perubahan
tubuh, bagi remaja masalah baru yang timbul tampaknya lebih banyak dan lebih
sulit diselesaikan dibandingkan dengan masalah yang dihadapi sebelumnya.
c) Perubahan
minat dan peran dalam pergaulan sosial.
d) Perubahan
perilaku dan pola nilai-nilai yang dianutnya.
e) Perubahan
yang ambivalen, di mana masa remaja biasanya menginginkan perubahan, tetapi
secara mental belum ada kesadaran tanggungjawab atas keinginannya sendiri.
3.4 Masa remaja sebagai
usia bermasalah.
Pada
periode ini membawa masalah yang sulit untuk ditangani baik bagi anak laki-laki
maupun perempuan. Hal ini disebabkan oleh dua alasan yaitu : pertama, pada saat
anak-anak paling tidak sebagian masalah diselesaikan oleh orang tua atau guru,
sedangkan sekarang individu dituntut untuk bisa menyelesaikan masalahnya
sendiri. Kedua, karena mereka dituntut untuk mandiri maka seringkali menolak
untuk dibantu oleh orang tua atau guru. Oleh karena, dalam penyelesaian
masalahnya remaja kurang siap serta kurang memiliki pengalaman, maka kadangkala
tidak mencapai keberhasilan yang memuaskan sehingga kegagalan tersebut bisa
berakibat kekecewaan.
Gunarsa
(1989) merangkum beberapa karakteristik remaja yang dapat menimbulkan berbagai
permasalahan pada diri remaja, yaitu:
1. Kecanggungan
dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan.
2. Ketidakstabilan
emosi.
3. Adanya
perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup.
4. Adanya
sikap menentang dan menantang orang tua.
5. Pertentangan
di dalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab pertentangan-pertentang dengan
orang tua.
6. Kegelisahan
karena banyak hal diinginkan tetapi remaja tidak sanggup memenuhi semuanya.
7. Senang
bereksperimentasi.
8. Senang
bereksplorasi.
9. Mempunyai
banyak fantasi, khayalan, dan bualan.
10. Kecenderungan
membentuk kelompok dan kecenderungan kegiatan berkelompok.
Masa
remaja ditandai dengan adanya berbagai perubahan, baik secara fisik maupun
psikis, yang mungkin saja dapat menimbulkan problema atau masalah tertentu bagi
si remaja.
Apabila tidak disertai
dengan upaya pemahaman diri dan pengarahan diri secara tepat, bahkan dapat menjurus
pada berbagai tindakan kenakalan remaja dan kriminal.
Permasalahan
yang mungkin timbul pada masa remaja diantaranya :
1. Permasalahan
berkaitan dengan perkembangan fisik dan motorik.
Pada
masa remaja ditandai dengan adanya pertumbuhan fisik yang cepat. Keadaan fisik
pada masa remaja dipandang sebagai suatu hal yang penting, namun ketika keadaan
fisik tidak sesuai dengan harapannya (ketidaksesuaian antara body image dengan
self picture) dapat menimbulkan rasa tidak puas dan kurang percaya diri.
Begitu
juga, perkembangan fisik yang tidak proporsional. Kematangan organ reproduksi
pada masa remaja membutuhkan upaya pemuasan dan jika tidak terbimbing oleh
norma-norma dapat menjurus pada penyimpangan perilaku seksual.
2. Permasalahan
berkaitan dengan perkembangan kognitif dan bahasa.
Pada
masa remaja awal ditandai dengan perkembangan kemampuan intelektual yang pesat.
Namun ketika, si remaja tidak mendapatkan kesempatan pengembangan kemampuan
intelektual, terutama melalui pendidikan di sekolah, maka boleh jadi potensi
intelektualnya tidak akan berkembang optimal.
Begitu
juga masa remaja, terutama remaja awal merupakan masa terbaik untuk mengenal
dan mendalami bahasa asing. Namun dikarenakan keterbatasan kesempatan dan
sarana dan pra sarana, menyebabkan si remaja kesulitan untuk menguasai bahasa
asing.
Tidak
bisa dipungkiri, dalam era globalisasi sekarang ini, penguasaan bahasa asing
merupakan hal yang penting untuk menunjang kesuksesan hidup dan karier
seseorang. Namun dengan adanya hambatan dalam pengembangan ketidakmampuan
berbahasa asing tentunya akan sedikit-banyak berpengaruh terhadap kesuksesan
hidup dan kariernya. Terhambatnya perkembangan kognitif dan bahasa dapat
berakibat pula pada aspek emosional, sosial, dan aspek-aspek perilaku dan
kepribadian lainnya.
3. Permasalahan
berkaitan dengan perkembangan perilaku sosial, moralitas dan keagamaan.
Masa
remaja disebut pula sebagai masa social hunger (kehausan sosial). Yang ditandai
dengan adanya keinginan untuk bergaul dan diterima di lingkungan kelompok
sebayanya (peer group).
Penolakan
dari peer group dapat menimbulkan frustrasi dan menjadikan dia sebagai isolated
dan merasa rendah diri. Namun sebaliknya apabila remaja dapat diterima oleh
rekan sebayanya dan bahkan menjadi idola tentunya ia akan merasa bangga dan memiliki
kehormatan dalam dirinya. Problema perilaku sosial remaja tidak hanya terjadi
dengan kelompok sebayanya, namun juga dapat terjadi dengan orang tua dan dewasa
lainnya, termasuk dengan guru di sekolah.
Hal
ini disebabkan pada masa remaja, khususnya remaja awal akan ditandai adanya
keinginan yang ambivalen, di satu sisi adanya keinginan untuk melepaskan
ketergantungan dan dapat menentukan pilihannya sendiri, namun di sisi lain dia
masih membutuhkan orang tua, terutama secara ekonomis.
Sejalan
dengan pertumbuhan organ reproduksi, hubungan sosial yang dikembangkan pada
masa remaja ditandai pula dengan adanya keinginan untuk menjalin hubungan
khususdengan lain jenis dan jika tidak terbimbing dapat menjurus tindakan
penyimpangan perilaku sosial dan perilaku seksual. Pada masa remaja juga
ditandai dengan adanya keinginan untuk mencoba-coba dan menguji kemapanan norma
yang ada, jika tidak terbimbing, mungkin saja akan berkembang menjadi konflik
nilai dalam dirinya maupun dengan lingkungannya.
4. Permasalahan
berkaitan dengan perkembangan kepribadian, dan emosional.
Masa remaja disebut juga masa untuk menemukan
identitas diri (self identity). Usaha pencarian identitas pun, banyak dilakukan
dengan menunjukkan perilaku coba-coba, perilaku imitasi atau identifikasi.
Ketika
remaja gagal menemukan identitas dirinya, dia akan mengalami krisis identitas
atau identity confusion. Sehingga mungkin saja akan terbentuk sistem
kepribadian yang bukan menggambarkan keadaan diri yang sebenarnya.Reaksi-reaksi
dan ekspresi emosional yang masih labil dan belum terkendali pada masa remaja
dapat berdampak pada kehidupan pribadi maupun sosialnya.
Dia
menjadi sering merasa tertekan dan bermuram durja atau justru dia menjadi orang
yang berperilaku agresif. Pertengkaran dan perkelahian seringkali terjadi
akibat dari ketidakstabilan emosinya. Selain yang telah dipaparkan di atas,
tentunya masih banyak problema keremajaan lainnya. Timbulnya problema remaja
dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Agar remaja
dapat terhindar dari berbagai kesulitan dan problema kiranya diperlukan
kearifan dari semua pihak.
3.Masa remaja sebagai
masa mencari identitas.
Salah
satu cara untuk menampilkan identitas diri agar diakui oleh teman sebayanya
atau lingkungan pergaulannya, biasanya menggunakan simbol status dalam bentuk
kemewahan atau kebanggan lainnya yang bisa mendapatkan dirinya diperhatikan
atau tampil berbeda dan individualis di depan umum.
Pada
periode ini, konformitas terhadap kelompok sebaya memiliki peran penting bagi
remaja. Mereka mencoba mencari identitas diri dengan berpakaian, berbicara dan
berperilaku sebisa mungkin sama dengan kelompoknya.
Salah
satu cara remaja untuk meyakinkan dirinya yaitu dengan menggunakan simbol
status, seperti mobil, pakaian dan benda-benda lainnya yang dapat dilihat oleh
orang lain.
Masa remaja sebagai
usia yang menimbulkan ketakutan.
Sebagaimana
disampaikan oleh Majeres yang dikutip oleh Hurlock dalam Psikologi Perkembangan
(2009:208), disebutkan bahwa “banyak anggapan popular tentang remaja yang
mempunyai arti yang bernilai, dan sayangnya, banyak yang bersifat negatif”.
Ini
gambaran bahwa usia remaja merupakan usia yang membawa kekhawatiran dan
ketakutan para orang tua. Stereotip ini memberikan dampak pada pendalaman
pribadi dan sikap remaja terhadap dirinya sendiri. Masa remaja ini seringkali ditakuti
oleh individu itu sendiri dan lingkungan.
Gambaran-gambaran
negatif yang ada dibenak masyarakat mengenai perilaku remaja mempengaruhi cara
mereka berinteraksi dengan remaja. Hal ini membuat para remaja itu sendiri
merasa takut untuk menjalankan perannya dan enggan meminta bantuan orang tua
atau pun guru untuk memecahkan masalahnya.
3.Masa remaja sebagai
masa yang tidak realistis.
Berbagai
harapan dan imajinasi yang tidak masuk di akal seringkali menghiasi pemikiran
dan cita-cita kaum remaja.
Ambisi
melintasi logika tersebut tidak dapat dikendalikan dan selalu ada dalam
pengalaman hidup perkembangan psikologi remaja. Ia melihat dirinya dan orang
lain sebagaimana yang dicita-citakan dan diinginkan, bukan sebagaimana adanya
di alam nyata.
Remaja
memiliki kecenderungan untuk melihat hidup secara kurang realistis, mereka
memandang dirinya dan orang lain sebagaimana yang mereka inginkan dan bukannya
sebagai dia sendiri. Hal ini terutama terlihat pada aspirasinya, aspirasi yang
tidak realitis ini tidak sekedar untuk dirinya sendiri namun bagi keluarga,
teman serta lingkungan. Semakin tidak realistis aspirasi mereka maka akan
semakin marah dan kecewa apabila aspirasi tersebut tidak dapat mereka capai.
3.Masa remaja sebagai
ambang masa dewasa.
Kebiasaanya
di masa kanak-kanak, ternyata masih juga kadang terbawa di usia remaja ini, dan
teramat sukar untuk menghapusnya. Sementara usianya yang menjelang dewasa
menuntut untuk meninggalkan kebiasaan yang melekat di usia kanak-kanak
tersebut.
Menyikapi
kondisi ini, kadangkala untuk menunjukkan bahwa dirinya sudah dewasa dan sudah
siap menjadi dewasa, mereka bertingkahlaku yang meniru-niru sebagaimana orang
dewasa di sekitarnya bertingkahlaku, bisa tingkahlaku positif dan bisa negatif.
Pada saat remaja mendekati masa dimana mereka dianggap
dewasa secara hukum, mereka merasa cemas dengan stereotype remaja dan
menciptakan impresi bahwa mereka mendekati dewasa. Mereka merasa bahwa
berpakaian dan berperilaku seperti orang dewasa sringkali tidak cukup, sehingga
mereka mulai untuk memperhatikan perilaku atau simbol yang berhubungan dengan
status orang dewasa seperti merokok, minum, menggunakan obat obatan bahkan
melakukan hubungan seksual.
D. Tahap
Perkembangan Remaja.
Tahapan
perkembangan remaja terbagi menjadi 3 tahapan, yaitu:
1. Remaja
Awal (Early Adolescence).
Seorang
remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahan-perubahan yang
terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang menyertai
perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat
tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis.
Dengan
dipegang bajunya saja oleh lawan jenis, ia sudah berfantasi erotik. Kepekaan
yang berlebih-lebihan itu ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap ”ego”.
Hal ini menyebabkan para remaja awal sulit mengerti dan dimengerti orang
dewasa.
2. Remaja
Madya (Middle Adolescence).
Pada
tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau banyak teman
menyukainya. Ada kecendrungan ”narcistic”, yaitu mencintai diri sendiri, dengan
menyukai teman-teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan dirinya.
Selain itu, ia berada dalam kondisi kebingungan karena ia tidak tahu harus
memilih yang mana: peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis
atau pesimis, idealis atau materialis, dan sebagainya. Remaja harus membebaskan
diri dari Oedipoes Complex (perasaan cinta pada ibu sendiri pada masa
kanak-kanak) dengan mempererat hubungan dengan kawan-kawan dari lain jenis.
3. Remaja
Akhir.
Tahap
ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan
pencapaian lima hal, yaitu:
· Minat
yang makin mantap terhadap fungsi-fungsu intelek.
· Egonya
mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan dalam
pengalaman-pengalaman baru.
· Terbentuk
identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.
· Egosentrisme
(terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan
antar kepentingan diri sendiri dengan orang lain.
· Tumbuh
”dinding” yang memisahkan diri pribadinya dan masyarakat umum.
Ø Perkembangan
Berbagai Aspek pada Masa Remaja.
1) Perkembangan
Fisik.
Fase
remaja adalah periode kehidupan manusia yang sangat strategis, penting dan
berdampak luas bagi perkembangan berikutnya. Pada remaja awal, pertumbuhan fisiknya sangat pesat tetapi tidak
proporsional, misalnya pada hidung, tangan, dan kaki. Pada remaja
akhir,proporsi tubuhmencapai ukuran tubuh orang dewasa dalam semua bagiannya
(Syamsu Yusuf : 2005).
Berkaitan
dengan perkembangan fisik ini, perkembangan terpenting adalah aspek seksualitas
ini dapat dipilah menjadi dua bagian, yakni :
·
Ciri-ciri Seks Primer.
Perkembangan
psikologi remaja pria mengalami pertumbuhan pesat pada organ testis,
pembuluh yang memproduksi sperma dan kelenjar prostat. Kematangan organ-organ
seksualitas ini memungkinkan remaja pria, sekitar usia 14 – 15 tahun, mengalami
“mimpi basah”, keluar sperma. Pada remaja wanita, terjadi pertumbuhan cepat
pada organ rahim dan ovarium yang memproduksi ovum (sel telur) dan hormon untuk
kehamilan. Akibatnya terjadilah siklus “menarche” (menstruasi pertama). Siklus
awal menstruasi sering diiringi dengan sakit kepala, sakit pinggang, kelelahan,
depresi, dan mudah tersinggung. Psikologi remaja.
·
Ciri-ciri Seks Sekunder.
Perkembangan
psikologi remaja pada seksualitas sekunder adalah pertumbuhan yang melengkapi
kematangan individu sehingga tampak sebagai lelaki atau perempuan. Remaja pria
mengalami pertumbuhan bulu-bulu pada kumis, jambang, janggut, tangan, kaki,
ketiak, dan kelaminnya. Pada pria telah tumbuh jakun dan suara remaja pria
berubah menjadi parau dan rendah. Kulit berubah menjadi kasar. Pada remaja
wanita juga mengalami pertumbuhan bulu-bulu secara lebih terbatas, yakni pada
ketiak dan kelamin. Pertumbuhan juga terjadi pada kelenjar yang bakal
memproduksi air susu di buah dada, serta pertumbuhan pada pinggul sehingga
menjadi wanita dewasa secara proporsional.
2) Perkembangan
Seksual Remaja.
Perilaku
seksual adalah perilaku yang yang muncul karena dorongan seksual. Bentuk
perilaku seksual bermacam-macam mulai dari rasa tertarik pada lawan jenis,
bergandengan tangan,
berpelukan, bercumbu, petting sampai berhubungan seks. Perkembangan perilaku
seks merupakan konsekuensi logis dari perkembangan ciri-ciri seks primer dan
sekunder.
Masalah
akan timbul jika para remaja tidak bisa mengendalikan dorongan seksualnya
sehingga perilaku yang terjadi tidak sesuai dengan norma. Pencegahan terjadinya
masalah dapat dilakukan dengan pendidikan seks, termasuk di dalamnya pendidikan
tentang kesehatan reproduksi.
3) Perkembangan
Kognitif.
Berbagai
penelitian selama dua puluh tahun terakhir dengan menggunakan berbagai
pandangan teori juga menemukan gambaran yang konsisten dengan teori Piaget yang
menyimpulkan bahwa remaja merupakan suatu periode dimana seseorang mulai
berfikir secara abstrak dan logik. Berbagai penelitian menunjukkan adanya
perbedaan yang konsisten antara kemampuan kognitif anak-anak dan remaja.
Dibandingkan
anak-anak, remaja memiliki kemampuan lebih baik dalam berfikir hipotetis dan
logis. Remaja juga lebih mampu memikirkan beberapa hal sekaligus bukan hanya
satu, dalam satu saat dan konsep-konsep abstrak, remaja juga dapat berfikir
tentang proses berfikirnya sendiri, serta dapat memikirkan hal-hal yang tidak
nyata, sebagaimana hal-hal yang nyata untuk menyusun hipotesa atau dugaan.
Menurut Piaget, pemikiran operasional formal berlangsung antara usia 11 sampai
15 tahun. Pemikiran operasional formal lebih abstrak, idealis, dan logis
daripada pemikiran operasional konkret. Piaget menekankan bahwa bahwa remaja
terdorong untuk memahami dunianya karena tindakan yang dilakukannya penyesuaian
diri biologis.
Secara lebih lebih
nyata mereka mengaitkan suatu gagasan dengan gagasan lain. Mereka bukan hanya
mengorganisasikan pengamatan dan pengalaman akan tetapi juga menyesuaikan cara
berfikir mereka untuk menyertakan gagasan baru karena informasi tambahan
membuat pemahaman lebih mendalam.
Secara
lebih nyata pemikiran opersional formal bersifat lebih abstrak, idealistis dan
logis. Remaja berpikir lebih abstrak dibandingkan dengan anak-anak misalnya
dapat menyelesaikan persamaan aljabar abstrak. Remaja juga lebih idealistis dalam
berpikir seperti memikirkan karakteristik ideal dari diri sendiri, orang lain
dan dunia. Remaja berfikir secara logis yang mulai berpikir seperti ilmuwan,
menyusun berbagai rencana untuk memecahkan masalah dan secara sistematis
menguji cara pemecahan yang terpikirkan. Dalam perkembangan kognitif, remaja
tidak terlepas dari lingkungan sosial. Hal ini menekankan pentingnya interaksi
sosial dan budaya dalam perkembangan kognitif remaja.
Pertumbuhan
otak mencapai kesempurnaan pada usia 12–20 tahun secara fungsional,
perkembangan kognitif (kemampuan berfikir) remaja dapat digambarkan sebagai berikut.
·
Secara intelektual remaja mulai dapat berfikir logis
tentang gagasan abstrak.
·
Berfungsinya kegiatan kognitif tingkat tinggi yaitu
membuat rencana, strategi, membuat keputusan-keputusan, serta memecahkan
masalah.
·
Sudah mampu menggunakan abstraksi-abstraksi,
membedakan yang konkrit dengan yang abstrak.
·
Memikirkan masa depan, perencanaan, dan mengeksplorasi
alternatif untuk mencapainya psikologi remaja.
·
Wawasan berfikirnya semakin meluas, bisa meliputi
agama, keadilan, moralitas, dan identitas (jati diri).
Karakteristik
perkembangan intelektual remaja digambarkan oleh Keating (Syamsu Yusuf, 2004 :
195 - 196) sebagai berikut:
·
Kemampuan intelektual remaja telah sampai pada fase
operasi formal sebagaimana konsep Piaget. Berlainan dengan cara berpikir
anak-anak yang tekanannya kepada kesadaran sendiri di sini dan sekarang (here
and now), cara berpikir remaja berkaiatan erat dengan dunia kemungkinan (world
of possibilities).
·
Melalui kemampuannya untuk menguji hipotesis, muncul
kemampuan nalar secara ilmiah.
·
Mampu memikirkan masa depan dan membuat perencanaan
dan mengeksplorasi berbagai kemungkinan untuk mencapainya.
·
Mampu menyadari aktivitas kognitifnya dan mekanisme
yang membuat proses kognitif tersebut efisien atau tidak efisien.
·
Cakrawala berpikirnya semakin luas.
4. Perkembangan
Emosi.
Remaja
mengalami puncak emosionalitasnya, perkembangan emosi tingkat tinggi. Perkembangan
emosi
remaja awal menunjukkan sifat sensitif, reaktif yang kuat, emosinya bersifat
negatif dan temperamental (mudah tersinggung, marah, sedih, dan murung).
Sedangkan remaja akhir sudah mulai mampu mengendalikannya. Remaja yangberkembang di lingkungan yang kurang kondusif,
kematangan emosionalnyaterhambat. Sehingga sering mengalami akibat negatif
berupa tingkah laku, misalnya :
·
Agresif : melawan, keras kepala, berkelahi, suka
menggangu dan lain-lainnya.
·
Lari dari kenyataan (regresif) : suka melamun,
pendiam, senang menyendiri, mengkonsumsi obat penenang, minuman keras, atau
obat terlarang.
Sedangkan
remaja yang tinggal di lingkungan yang kondusif dan harmonis dapat membantu
kematangan emosi remaja menjadi :
·
Adekuasi (ketepatan) emosi : cinta, kasih sayang,
simpati, altruis (senang menolong), respek (sikap hormat dan menghormati orang
lain), ramah, dan lain-lainnya.
·
Mengendalikan emosi : tidak mudah tersinggung, tidak
agresif, wajar, optimistik, tidak meledak-ledak, menghadapi kegagalan secara
sehat dan bijak.
Dalam
literatur klasik psikologi, emosi merupakan reaksi (kejiwaan) yang muncul
lantaran adanya stimulan. Emosi yang sangat fruktuatif (mudah berubah) terjadi
pada masa remaja.
Remaja sering tidak
mampu memutuskan simpul-simpul ikatan emosional kanak-kanaknya dengan orang tua
secara logis dan objektif. Dalam usaha itu mereka kadang-kadang harus
menentang, berdebat, bertarung pendapat dan mengkritik dengan pedas sikap-sikap
orang tua. Meskipun hal ini sulit dilakukan namun dalam upaya pencapaian
kemandirian yang optimal terhadap diri remaja maka upaya tersebut harus
ditempuh.
Bagi
remaja, tuntutan untuk memperoleh kemandirian secara emosional merupakan
dorongan internal dalam mencari jati diri, bebas dari perintah-perintah dan
kontrol orang tua. Remaja menginginkan kebebasan pribadi untuk dapat mengatur
dirinya sendiri tanpa bergantung secara emosional pada orang tuanya. Bila
remaja mengalami kekecewaan, kesedihan atau ketakutan, mereka ingin dapat
mengatasi sendiri masalah-masalah yang dihadapinya. Meskipun remaja dapat
mendiskusikan masalah-masalahnya dengan ayah atau ibunya, tetapi mereka ingin
memperoleh kemandirian secara emosional dengan mengatasi sendiri
masalah-masalahnya dan ingin memperoleh status yang menyatakan bahwa dirinya
sudah dewasa.
Emosi
adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari dalam diri individu
tentang keadaan mental dan fisik yang berwujud suatu tingkah laku yang tampak.
Pola emosi masa remaja sama dengan pola emosi masa kanak-kanak. Jenis yang
secara normal dialami adalah : cinta atau kasih sayang, gembira, amarah, takut,
sedih dan lainnya lagi.
Perbedaannya terletak
pada macam dan derajat rangsangan yang membangkitkan emosinya dan khususnya
pola pengendalian yang dilakukan individu terhadap ungkapan emosi mereka.
Biehler
(1972) membagi ciri-ciri emosional remaja menjadi dua rentang usia, yaitu usia
12-15 tahun dan usia 15-18 tahun.
Ø Ciri-ciri
Emosional Usia 12-15 Tahun, iyalah sebagai berikut:
·
Cenderung banyak murung dan tidak dapat diterka.
·
Bertingkah laku kasar untuk menutupi kekurangan dalam
hal rasa percaya diri.
·
Kemarahan biasa terjadi.
·
Cenderung tidak toleran terhadap orang lain dan ingin
selalu menang sendiri.
·
Mulai mengamati orang tua dan guru-guru mereka secara
objektif
Ø Ciri-ciri
Emosional Remaja Usia 15-18 Tahun, iyalah sebagai berikut:
·
“Pemberontakan” remaja merupakan ekspresi dari
perubahan yang universal dari masa kanak-kanak menuju dewasa.
·
Banyak remaja mengalami konflik dengan orang tua
mereka.
·
Sering kali melamun, memikirkan masa depan mereka.
Perkembangan emosi pada remaja ditandai dengan emosi
yang tidak stabil dan penuh gejolak. Pada masa ini mood (suasana hati) bisa
berubah dengan sangat cepat.
Remaja rata-rata memerlukan hanya 45 menit untuk berubah dari
mood “senang luar biasa” ke “sedih luar biasa”, sementara orang dewasa
memerlukan beberapa jam untuk hal yang sama. Perubahan emosi ini erat kaitannya
dengan kemasakan hormon yang terjadi pada remaja. Stres emosional yang timbul
berasal dari perubahan fisik yang cepat dan luas yang terjadi sewaktu pubertas.
Dengan
meningkatnya usia anak, semua emosi diekspresikan secara lunak karena mereka
telah mempelajari reaksi orang lain terhadap luapan emosi yang berlebihan,
sekalipun emosi itu berupa kegembiraan atau emosi yang menyenangkan lainnya.
Adapun karena anak-anak mengekang sebagian ekspresi emosi mereka, emosi
tersebut cenderung berahan lebih lama daripada jika emosi itu diekspresikan
secara lebih terbuka. Oleh kerena itu, ekspresi emosional mereka menjadi
berbeda-beda.
Dan
perbedaan itu sebagian disebabkan oleh keadaan fisik anak pada saat itu dan
taraf kemampuan intelektualnya. Anak yang sehat cenderung kurang emosional
dibandingkan dengan anak yang kurang sehat. Jika dilihat sebagai anggota suatu
kelompok, anak-anak yang pandai bereaksi lebih emosional terhadap berbagai
macam rangsangan dibandingkan dengan anak yang kurang pandai bereaksi. Tetapi
sebaliknya mereka lebih dapat mampu mengendalikan emosi.
5. Perkembangan
Moral.
Remaja
sudah mampu berperilaku yang tidak hanya mengejar kepuasan fisik saja, tetapi
meningkat pada tatanan psikologis (rasa diterima, dihargai, dan penilaian
positif dari orang lain).
Perkembangan moral pada
masa remaja ditandai dengan ciri-ciri sebagaimana digambarkan oleh Elizabeth B.
Hurlock (1997 : 225) sebagai berikut:
a) Pandangan
moral remaja semakin lama semakin abstrak. Hal ini sejalan dengan perkembangan
aspek kognitifnya. Dengan demikian semakin bertambah tingkat pengertian remaja,
semakin banyak pula nilai-nilai moral yang dapat ditangkap dan diserapnya.
b) Penilaian
moral remaja semakin kognitif. Dan ini mendorong remaja lebih berani dalam
menganalisis masalah moralitas serta berani mengambil keputusan terhadap
berbagai hal yang berhubungan dengan moralitas.
c) Penilaian
moral remaja mengalami orientasi dari egosentris ke sosiosentris kemudian ke
prinsip universal. Artinya, dalam memandang masalah baik – buruk, ukuran
utamanya bukan pendapat pribadi tetapi lebih didasarkan pada pendapat
masyarakat di mana dia berada serta masyarakat dalam arti yang lebih luas lagi.
d) Penilaian
moral remaja, secara psikologis lebih mahal. Artinya, dalam memberikan
penilaian yang berhubungan dengan moralitas seringkali mengalami ketegangan
psikologis.
6. Perkembangan
Sosial.
Remaja
telah mengalami perkembangan kemampuan untuk memahami orang lain (social
cognition) dan menjalin persahabatan. Remaja memilih teman yang memiliki sifat
dan kualitas psikologis yang relatif sama dengan dirinya, misalnya sama hobi,
minat, sikap, nilai-nilai, dan kepribadiannya.
Perkembangan
sikap yang cukup rawan pada remaja adalah sikap comformity yaitu kecenderungan
untuk menyerah dan mengikuti bagaimana teman sebayanya berbuat. Misalnya dalam
hal pendapat, pikiran, nilai-nilai, gaya hidup, kebiasaan, kegemaran,
keinginan, dan lain-lainnya.
Santrock
mengungkapkan bahwa pada transisi sosial remaja mengalami perubahan dalam
hubungan individu dengan manusia lain yaitu dalam emosi, dalam kepribadian, dan
dalam peran dari konteks sosial dalam perkembangan. Membantah orang tua,
serangan agresif terhadap teman sebaya, perkembangan sikap asertif, kebahagiaan
remaja dalam peristiwa tertentu serta peran gender dalam masyarakat
merefleksikan peran proses sosial-emosional dalam perkembangan remaja. Dan juga
disebutkan bahwa kemampuan remaja untuk memantau kognisi sosial mereka secara
efektif merupakan petunjuk penting mengenai adanya kematangan dan kompetensi
sosial mereka.
Perkembangan
sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan
selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertama-tama masing sangat
terbatas dengan orang tuanya dalam kehidupan keluarga, khususnya dengan ibu dan
berkembang semakin meluas dengan anggota keluarga lain, teman bermain dan teman
sejenis maupun lain jenis.
Perkembangan
sosial berarti perolehan kemampuan berprilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial.
Menjadi orang yang mampu bersosialisasi (sozialed), memerlukan tiga proses.
Dimana
masing-masing proses tersebut terpisah dan sangat berbeda satu sama lain,
tetapi saling berkaitan, sehingga kegagalan dalam satu proses akan menurunkan
kadar sosialisasi individu. Menurut Hurlock tiga proses dalam perkembangan
sosial adalah sebagai berikut:
·
Berperilaku dapat diterima secara sosial. Setiap
kelompok sosial mempunyai standar bagi para anggotanya tentang prilaku yang
dapat diterima. Untuk dapat bersosialisasi, seseorang tidak hanya harus
mengetahui prilaku yang dapat diterima, tetapi mereka juga harus menyesuaikan
prilakunya sehingga ia bisa diterima sebagain dari masyarakat atau lingkungan
sosial tersebut.
·
Memainkan peran di lingkungan sosialnya. Setiap kelompok
sosial mempunyai pola kebiasaan yang telah ditentukan dengan seksama oleh para
anggotanya dan setiap anggota dituntut untuk dapat memenuhi tuntutan yang
diberikan kelompoknya.
·
Memiliki Sikap yang positif terhadap kelompok
Sosialnya. Untuk dapat bersosialisasi dengan baik, seseorang harus menyukai
orang yang menjadi kelompok dan aktifitas sosialnya. Jika seseorang disenangi
berarti, ia berhasil dalam penyesuaian sosial dan diterima sebagai anggota
kelompok sosial tempat mereka menggabungkan diri.
Sebagaimana
aspek-aspek yang lain, aspek social remaja juga mengalami perkembangan. Adapun
karakteristik perkembangan social remaja adalah sebagai berikut:
1) Perilaku
sosial remaja banyak dipengaruhi oleh kelompok teman sebaya (peer group).
2) Terjadi
perubahan pada perilaku social, antara lain :
·
Perubahan dari tingkahlaku yang ramai kea rah yang
lebih tenang;
·
Perubahan dari penyesuaian pada kelompok besar ke
kelompok yang lebih kecil.
3) Terjadi
pengelompokan sosial, antara lain :
·
Sahabat karib (chumbs)
·
Kelompok kecil (clique)
·
Kelompok besar (crowds)
·
Gangs
4) Meningkatnya
kemampuan dalam menyesuaian diri (Nur Syamsu, 2004 : 198 – 199).
a)
Di lingkungan keluarga, ditunjukkan dengan :
·
Menjalin hubungan yang baik dengan para anggota
keluarga.
·
Menerima otoritas orang tua.
·
Menerima tanggung jawab dan norma-norma keluarga.
·
Berusaha membantu keluarga.
b)
Di lingkungan sekolah, ditunjukkan dengan :
·
Bersikap respek dan mau menerima peraturan sekolah.
·
Berperan serta dalam kegiatan-kegiatan sekolah.
·
Menjalin persahabatan dengan teman-teman sekolahnya.
·
Bersikap hormat pada guru, pemimpin sekolah, dan staf
yang lain.
c)
Di lingkungan masyarakat, ditunjukkan dengan :
·
Mengakui dan respek terhadap hak-hak orang lain.
·
Memelihara jalinan persahabatan dengan orang lain.
·
Bersikap simpati dan altruis terhadap kesejahteraan
orang lain.
·
Bersikap respek terhadap nilai-nilai, hukum, tradisi,
dan kebijakan-kebijakan masyarakat.
7. Perkembangan
Kepribadian Remaja.
Isu
sentral pada remaja adalah masa berkembangnya identitas diri (jati diri) yang
bakal menjadi dasar bagi masa dewasa. Remaja mulai sibuk dan heboh dengan
problem “siapa saya?” (Who am I ?). Terkait dengan hal tersebut remaja juga
risau mencari idola-idola dalam hidupnya yang dijadikan tokoh panutan dan
kebanggaan. Faktor-faktor penting dalam perkembangan integritas pribadi remaja
(psikologi remaja) adalah :
·
Pertumbuhan fisik semakin dewasa, membawa konsekuensi
untuk berperilaku dewasa pula.
·
Kematangan seksual berimplikasi kepada dorongan dan
emosi-emosi baru.
·
Munculnya kesadaran terhadap diri dan mengevaluasi
kembali obsesi dan cita-citanya.
·
Munculnya konflik-konflik sebagai akibat masa transisi
dari masa anak menuju dewasa. Remaja akhir sudah mulai dapat memahami,
mengarahkan, mengembangkan, dan memelihara identitas diri.
E. Permasalahan
Masa Remaja.
Berdasarkan
tinjauan teori perkembangan, usia remaja adalah masa saat terjadinya
perubahan-perubahan yang cepat, termasuk perubahan fundamental dalam aspek
kognitif, emosi, sosial dan pencapaian (Fagan, 2006). Sebagian remaja mampu
mengatasi transisi ini dengan baik, namun beberapa remaja bisa jadi mengalami
penurunan pada kondisi psikis, fisiologis, dan sosial. Beberapa permasalahan
remaja yang muncul biasanya banyak berhubungan dengan karakteristik yang ada
pada diri remaja. Berikut ini dirangkum beberapa permasalahan utama yang
dialami oleh remaja, yaitu:
1. Permasalahan
Fisik dan Kesehatan.
Permasalahan
akibat perubahan fisik banyak dirasakan oleh remaja awal ketika mereka
mengalami pubertas. Pada remaja yang sudah selesai masa pubertasnya (remaja
tengah dan akhir) permasalahan fisik yang terjadi berhubungan dengan ketidakpuasan
/ keprihatinan mereka terhadap keadaan fisik yang dimiliki yang biasanya tidak
sesuai dengan fisik ideal yang diinginkan. Mereka juga sering membandingkan
fisiknya dengan fisik orang lain ataupun idola-idola mereka. Permasalahan fisik
ini sering mengakibatkan mereka kurang percaya diri. Levine & Smolak (2002)
menyatakan bahwa 40-70% remaja perempuan merasakan ketidakpuasan pada dua atau
lebih dari bagian tubuhnya, khususnya pada bagian pinggul, pantat, perut dan
paha. Dalam sebuah penelitian survey pun ditemukan hampir 80% remaja ini
mengalami ketidakpuasan dengan kondisi fisiknya (Kostanski & Gullone,
1998).
Ketidakpuasan
akan diri ini sangat erat kaitannya dengan distres emosi, pikiran yang
berlebihan tentang penampilan, depresi, rendahnya harga diri, onset merokok,
dan perilaku makan yang maladaptiv (& Shaw, 2003; Stice & Whitenton,
2002). Lebih lanjut, ketidakpuasan akan body image ini dapat sebagai pertanda
awal munculnya gangguan makan seperti anoreksia atau bulimia (Polivy &
Herman, 1999; Thompson et al).
Dalam
masalah kesehatan tidak banyak remaja yang mengalami sakit kronis. Problem yang
banyak terjadi adalah kurang tidur, gangguan makan, maupun penggunaan
obat-obatan terlarang. Beberapa kecelakaan, bahkan kematian pada remaja
penyebab terbesar adalah karakteristik mereka yang suka bereksperimentasi dan
bereksplorasi.
2. Permasalahan
Alkohol dan Obat-Obatan Terlarang.
Penggunaan
alkohol dan obat-obatan terlarang akhir-akhir ini sudah sangat memprihatinkan.
Walaupun usaha untuk menghentikan sudah digalakkan tetapi kasus-kasus
penggunaan narkoba ini sepertinya tidak berkurang. Ada kekhasan mengapa remaja
menggunakan narkoba/ napza yang kemungkinan alasan mereka menggunakan berbeda
dengan alasan yang terjadi pada orang dewasa. Santrock (2003) menemukan
beberapa alasan mengapa remaja mengkonsumsi narkoba yaitu karena ingin tahu,
untuk meningkatkan rasa percaya diri, solidaritas, adaptasi dengan lingkungan,
maupun untuk kompensasi.
a) Pengaruh
sosial dan interpersonal: termasuk kurangnya kehangatan dari orang tua,
supervisi, kontrol dan dorongan. Penilaian negatif dari orang tua, ketegangan
di rumah, perceraian dan perpisahan orang tua.
b) Pengaruh
budaya dan tata krama: memandang penggunaan alkohol dan obat-obatan sebagai
simbol penolakan atas standar konvensional, berorientasi pada tujuan jangka
pendek dan kepuasan hedonis, dll.
c) Pengaruh
interpersonal: termasuk kepribadian yang temperamental, agresif, orang yang
memiliki lokus kontrol eksternal, rendahnya harga diri, kemampuan koping yang
buruk, dll.
d) Cinta
dan Hubungan Heteroseksual.
e) Permasalahan
Seksual.
f) Hubungan
Remaja dengan Kedua Orang Tua.
g) Permasalahan
Moral, Nilai, dan Agama.
Lain
halnya dengan pendapat Smith & Anderson (dalam Fagan,2006), menurutnya
kebanyakan remaja melakukan perilaku berisiko dianggap sebagai bagian dari
proses perkembangan yang normal. Perilaku berisiko yang paling sering dilakukan
oleh remaja adalah penggunaan rokok, alkohol dan narkoba (Rey, 2002). Tiga
jenis pengaruh yang memungkinkan munculnya penggunaan alkohol dan narkoba pada
remaja.
Salah
satu akibat dari berfungsinya hormon gonadotrofik yang diproduksi oleh kelenjar
hypothalamus adalah munculnya perasaan saling tertarik antara remaja pria dan
wanita. Perasaan tertarik ini bisa meningkat pada perasaan yang lebih tinggi yaitu
cinta romantis (romantic love) yaitu luapan hasrat kepada seseorang atau orang
yang sering menyebutnya “jatuh cinta”.
Santrock
(2003) mengatakan bahwa cinta romatis menandai kehidupan percintaan para remaja
dan juga merupakan hal yang penting bagi para siswa.
Cinta romantis meliputi
sekumpulan emosi yang saling bercampur seperti rasa takut, marah, hasrat
seksual, kesenangan dan rasa cemburu. Tidak semua emosi ini positif. Dalam
suatu penelitian yang dilakukan oleh Bercheid & Fei ditemukan bahwa cinta romantis
merupakan salah satu penyebab seseorang mengalami depresi dibandingkan dengan
permasalahan dengan teman.
Tipe
cinta yang lain adalah cinta kasih sayang (affectionate love) atau yang sering
disebut cinta kebersamaan yaitu saat muncul keinginan individu untuk memiliki
individu lain secara dekat dan mendalam, dan memberikan kasih sayang untuk
orang tersebut. Cinta kasih sayang ini lebih menandai masa percintaan orang
dewasa daripada percintaan remaja.
Dengan
telah matangnya organ-organ seksual pada remaja maka akan mengakibatkan
munculnya dorongan-dorongan seksual. Problem tentang seksual pada remaja adalah
berkisar masalah bagaimana mengendalikan dorongan seksual, konflik antara mana
yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan, adanya “ketidaknormalan”
yang dialaminya berkaitan dengan organ-organ reproduksinya, pelecehan seksual,
homoseksual, kehamilan dan aborsi, dan sebagainya (Santrock, 2003, Hurlock,
1991).
Diantara
perubahan-perubahan yang terjadi pada masa remaja yang dapat mempengaruhi
hubungan orang tua dengan remaja adalah: pubertas, penalaran logis yang
berkembang, pemikiran idealis yang meningkat, harapan yang tidak tercapai,
perubahan di sekolah, teman sebaya, persahabatan, pacaran, dan pergaulan menuju
kebebasan.
Beberapa
konflik yang biasa terjadi antara remaja dengan orang tua hanya berkisar
masalah kehidupan sehari-hari seperti jam pulang ke rumah, cara berpakaian,
merapikan kamar tidur. Konflik-konflik seperti ini jarang menimbulkan dilema
utama dibandingkan dengan penggunaan obat-obatan terlarang maupun kenakalan
remaja. Beberapa remaja juga mengeluhkan cara-cara orang tua memperlakukan
mereka yang otoriter, atau sikap-sikap orang tua yang terlalu kaku atau tidak
memahami kepentingan remaja.
Akhir-akhir
ini banyak orang tua maupun pendidik yang merasa khawatir bahwa anak-anak
mereka terutama remaja mengalami degradasi moral. Sementara remaja sendiri juga
sering dihadapkan pada dilema-dilema moral sehingga remaja merasa bingung
terhadap keputusan-keputusan moral yang harus diambilnya. Walaupun di dalam
keluarga mereka sudah ditanamkan nilai-nilai, tetapi remaja akan merasa bingung
ketika menghadapi kenyataan ternyata nilai-nilai tersebut sangat berbeda dengan
nilai-nilai yang dihadapi bersama teman-temannya maupun di lingkungan yang
berbeda.
Pengawasan
terhadap tingkah laku oleh orang dewasa sudah sulit dilakukan terhadap remaja
karena lingkungan remaja sudah sangat luas. Pengasahan terhadap hati nurani
sebagai pengendali internal perilaku remaja menjadi sangat penting agar remaja
bisa mengendalikan perilakunya sendiri ketika tidak ada orang tua maupun guru
dan segera menyadari serta memperbaiki diri ketika dia berbuat salah. Dari
beberapa bukti dan fakta tentang remaja, karakteristik dan permasalahan yang
menyertainya, semoga dapat menjadi wacana bagi orang tua untuk lebih memahami
karakteristik anak remaja mereka dan perubahan perilaku mereka.
Perilaku
mereka kini tentunya berbeda dari masa kanak-kanak. Hal ini terkadang yang
menjadi stressor tersendiri bagi orang tua. Oleh karenanya, butuh tenaga dan
kesabaran ekstra untuk benar-benar mempersiapkan remaja kita kelak menghadapi
masa dewasanya.
Ø Tanda-tanda
bahaya dari maladjustment remaja.
Dengan adanya perubahan yang terjadi dalam fisik,
psikologis dan sosial pada remaja yang sangat cepat dan drastis menuntut remaja
tersebut untuk bisa menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut dan
tuntutan-tuntutan lingkungan baru yang menyertainya. Pada kenyataannya tidak
semua remaja dapat menyesuaikan dengan perubahan tersebut, berikut adalah
beberapa tanda-tanda penyesuaian diri yang salah pada remaja :
a) Tidak
bertanggung jawab, misalnya mengabaikan sekolah.
b) Agresif
secara berlebihan dan sikap yang tertalu yakin atas dirinya.
c) Perasaan
tidak aman, yang menyebabkan remaja harus menyesuaikan dengan standar kelompok.
d) Homesickness.
e) Menghayal
secara berlebihan sebagai upaya untuk mengkompensir ketidakpuasan dari
kehidupan sehari-hari.
f) Regresi
perilaku ke tingkat perkembangan yang lebih awal, misalnya ngompol, ngamuk pada
saat marah dan lain-lain.
g) Menggunakan
defense mechanism secara berlebihan, seperti rasionalisasi, proyeksi,
fantasi, dan displacement.
Ø Cara-cara
orang tua untuk menangani masalah remaja.
Adanya tanda-tanda kesalahan penyesuaian diri remaja
tentu saja menuntut penanganan yang cepat dan tepat, mengingat masa ini
merupakan masa penting yang menentukan individu pada masa berikutnya.
Penanganan atas permasalahan remaja sangat bervariasi dan tergantung dari
konteks dan latar belakang permasalahannya, dan juga upaya-upaya ini idealnya merupakan
hasil kerjasama orang tua, guru dan pihak-pihak lain yang terkait.
a) Secara
umum ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh orang tua untuk mencegah dan
menangani munculnya permasalahan ini, antara lain :Memahami dan mendengarkan
keluhan remaja dengan penuh perhatian, pengertian dan kasih sayang.
b) Memberikan
penghargaan terhadap prestasi studi/prestasi sosial, seperti olahraga, kesenian
atau perbuatan-perbuatan baik yang ditunjukkan remaja baik di sekolah maupun di
lingkungan masyarakat.
c) Banyak
berdiskusi tentang berbagai hal yang terjadi di lingkungan sosial maupun
lingkungan sekolahnya serta orientasi masa depan yang akan direncanakan remaja.
d) Realistis
dan bersikap objektif terhadap anak, sehingga idealnya orang tua mengetahui
kapasitas anak dan mendiskusikan target apa yang ingin dicapai.
e) Mulai
menyertakan remaja dalam pengambilan keputusan keluarga. Hal ini mendidik anak
untuk ikut bertanggung jawab dan melatih mereka dalam proses problem solving
dan decision making.
f) Mendukung
ide-ide remaja yang positif.
g) Mengawasi
kegiatan dan lingkungan sosial remaja secara proporsional, tidak terlalu ketat
atapun terlalu longgar.
h) Jika
ada indikasi ketidakberesan yang serius, baik dalam segi fisik ataupun
psikologis yang cukup mencolok segera konsultasikan dengan tenaga ahli seperti
dokter atau psikolog
F. Kenakalan
Remaja.
Definisi
kenakalan remaja menurut para ahli, yaitu sebagai berikut :
Pertama,
menerut Kartono ilmuwan sosiologi. Menurut beliau, “Kenakalan Remaja atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah juvenile
delinquency merupakan gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh
satu bentuk pengabaian sosial. Akibatnya, mereka mengembangkan bentuk perilaku
yang menyimpang”.
Kedua,
menurut Santrock. “Kenakalan remaja merupakan kumpulan dari berbagai perilaku
remaja yang tidak dapat diterima secara sosial hingga terjadi tindakan
kriminal”.
Dari
dua pengertian kenakalan remaja menurut para ahli tersebut dapat disimpulkan
bahwa kenakalan remaja adalah penyimpangan-penyimpangan sosial remaja yang di
anggap tabu dan tidak dapat diterima oleh masyarakat umum.
Lalu,
sejak kapan masalah kenakalan remaja mulai disoroti?
Masalah kenakalan remaja mulai mendapat perhatian masyarakat secara khusus sejak
terbentuknya peradilan untuk anak-anak nakal (juvenile court) pada 1899 di
Illinois, Amerika Serikat.
Adapun,
Jenis-jenis kenakalan remaja adalah sebagai berikut :
1. Penyalahgunaan
narkoba.
2.
Seks bebas.
3.
Tawuran antara pelajar.
4. Balapan
liar.
Hal
ini terjadi karena sebab-sebab tertentu, dan Penyebab terjadinya kenakalan
remaja terbagi menjadi 2, yaitu:
Perilaku
'nakal' remaja bisa disebabkan oleh faktor dari remaja itu sendiri (internal)
maupun faktor dari luar (eksternal). 1. Faktor internal:
a) Krisis
identitas.
Perubahan
biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan terjadinya dua bentuk
integrasi.
Pertama,
terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya. Kedua, tercapainya
identitas peran. Kenakalan ramaja terjadi karena remaja gagal mencapai masa integrasi kedua.
b) Kontrol
diri yang lemah.
Remaja
yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang dapat diterima dengan
yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku 'nakal'. Begitupun bagi
mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah laku tersebut, namun tidak
bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku sesuai dengan
pengetahuannya.
2. Faktor eksternal:
1) Keluarga.
Perceraian
orangtua, tidak adanya komunikasi antar anggota keluarga, atau perselisihan
antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja. Pendidikan
yang salah di keluarga pun, seperti terlalu memanjakan anak, tidak memberikan
pendidikan agama, atau penolakan terhadap eksistensi anak, bisa menjadi
penyebab terjadinya kenakalan remaja.
a) Teman
sebaya yang kurang baik.
b)
Komunitas/lingkungan tempat tinggal yang kurang baik.
Hal-hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi kenakalan remaja:
1. Kegagalan
mencapai identitas peran dan lemahnya kontrol diri bisa dicegah atau diatasi
dengan prinsip keteladanan. Remaja harus bisa mendapatkan sebanyak mungkin
figur orang-orang dewasa yang telah melampaui masa remajanya dengan baik juga
mereka yang berhasil memperbaiki diri setelah sebelumnya gagal pada tahap ini.
2. Adanya
motivasi dari keluarga, guru, teman sebaya untuk melakukan point pertama.
3. Kemauan
orangtua untuk membenahi kondisi keluarga sehingga tercipta keluarga yang
harmonis, komunikatif, dan nyaman bagi remaja.
4. Remaja
pandai memilih teman dan lingkungan yang baik serta orangtua memberi arahan
dengan siapa dan di komunitas mana remaja harus bergaul.
5. Remaja
membentuk ketahanan diri agar tidak mudah terpengaruh jika ternyata teman
sebaya atau komunitas yang ada tidak sesuai dengan harapan.
Dari
beberapa bukti dan fakta tentang remaja, karakteristik dan permasalahan yang
menyertainya, semoga dapat menjadi wacana bagi orang tua untuk lebih memahami
karakteristik anak remaja mereka dan perubahan perilaku mereka. Perilaku mereka
kini tentunya berbeda dari masa kanak-kanak. Hal ini terkadang yang menjadi
stressor tersendiri bagi orang tua. Oleh karenanya, butuh tenaga dan kesabaran
ekstra untuk benar-benar mempersiapkan remaja kita kelak menghadapi masa
dewasanya. Remaja merupakan generasi penerus, pembaharu, penggebrag, dan
pemimpin-pemimpin dimasa yang akan datang. Semua pihak terkait haruslah ekstra
mempersiapkan mereka. Dan remaja sendiri harus tau bersikap serta bertindak
yang bertanggung jawab. Karena kita semua tau bahwa dunia ini kelak ada di
tangan kalian. Para generasi baru.
remaja.. Mampir Blog Abdullah Sidiq
BalasHapusYESSSS
BalasHapusHarrah's Resort SoCal Casino & Hotel - Mapyro
BalasHapusThe Hotel features 6 restaurants, 김제 출장안마 a full bar, and a casino. It also has an outdoor pool. A bar and lounge is located near the garage. 안동 출장안마 There is a 양산 출장마사지 casino/lounge. Rating: 4 · 속초 출장마사지 1,221 reviews · 순천 출장마사지 Price range: $